Para orangtua tercinta yang tergabung dalam sekolahorangtua.com tentunya sudah tak sabar ingin tahu lanjutan dari pembahasan tentang gaya pengasuhan bukan? Nah inilah lanjutan pembahasan hal tersebut.
2. Gaya Pengasuhan Authoritative
Pernahkah Anda mengalami hari pertama masuk kerja? Coba bayangkan jika hari pertama masuk kerja, kita dihadapkan dengan atasan yang ramah menjelaskan segala peraturan serta konsekuensinya, batasan dan harapan kinerja kita di perusahaan tersebut. Selain itu kita juga diberi hak untuk bertanya dan berdiskusi mengenai sumbangan-sumbangan yang dapat kita berikan kepada perusahaan. Bagaimana perasaan dan reaksi kita?
Saat tahu batasan dan harapan terhadap diri kita, maka kita jadi merasa lebih bebas untuk bertindak dan berani memutuskan. Kita menjadi bebas menjadi diri sendiri dan kreatif menyumbangkan saran-saran bagi perkembangan perusahaan. Dan, yang terpenting kita merasa dihargai dan nyaman tumbuh di dalamnya serta mungkin mempercayakan kehidupan finansial kita pada perusahaan tersebut.
Apa jadinya jika gaya bos yang ramah, responsif, namun juga tegas, diterapkan di rumah? Tentunya, suasana yang menyenangkan akan tercipta. Hubungan harmonis akan terjalin.
Beberapa dari kita mungkin agak sedikit bingung dengan istilah yang mirip antara gaya pengasuhan pertama yang authoritarian dengan gaya yang kedua ini yaitu authoritative. Walaupun dari segi nama, gaya yang satu ini mirip dengan authoritarian, namun dari segi makna, keduanya sangatlah berbeda. Kesamaan keduanya adalah sama-sama menaruh harapan tinggi pada anaknya dan menerapkan peraturan dengan tegas. Perbedaan pertama : orangtua authoritative menambahkan peraturannya dengan penjelasan yang masuk akal sesuai usia anak dan plus… pilihan bagi si anak untuk memutuskan.
Dengan adanya proses ini maka anak menjadi jelas tentang batasan-batasan atau standar yang diterapkan oleh orangtuanya serta memahami hal-hal yang boleh dan tidak boleh dilakukan. Pembatasan ini sangat membantu anak untuk mengembangkan rasa aman dan percaya diri dalam berhubungan dengan orang lain. Kebiasaan untuk membantu anak membebaskan untuk memilih juga sangat bermanfaat untuk perkembangan jangka panjang anak. Anak terlatih untuk mengambil keputusan dan mempertimbangkan baik buruknya. Tentunya, hal ini juga menjadi bermanfaat dalam mengembangkan kemampuan sosialisasi mereka.
Bagaimana perasaan kita sebagai anak jika mengalami hal seperti ini,“Menurut mama, mengganti sprei setiap 1 minggu sekali atau 2 minggu sekali itu penting. Pada kain sprei yang telah dipakai 2 minggu, ada banyak kulit mati kita yang menempel, belum lagi keringat dan mungkin air liur yang menempel … iiihhh. Coba deh bayangkan kalau kotoran itu nempel di kulit kita … kulit kita bisa kena penyakit kulit. Jadi … gimana ? Kamu lebih suka mengganti sprei 1 minggu sekali atau 2 minggu sekali ? Keduanya masih batas aman kok !”. Bedakan dengan perkataan ini,”Kan, sudah mama bilang … ganti sprei 2 minggu sekali. Kamu sekarang sudah besar. Masa, gak bisa ganti sendiri ? Masa harus diingatin terus … dasar jorok … Ingat ya… 2 minggu sekali, sprei harus kamu ganti sendiri tanpa mama ingatin lagi. Ini terakhir kali mama ingatin kamu lho. Kamu kan sudah besar. Sadar sendiri dong!”. Walaupun nasihat kedua disampaikan dengan nada rendah, sopan dan lembut, pasti anak yang mendengarnya tetap merasa tidak dihargai dan diserang habis-habisan.
Perbedaan kedua dari orangtua authoritative dan authoritatian terletak pada responsivitas orangtua terhadap kebutuhan emosi si anak. Orangtua authoritative responsif terhadap kebutuhan emosi anak sehingga menciptakan sebuah ikatan emosi yang hangat dan rasa saling percaya. Sikap tanggap dan responsif terhadap kebutuhan anak (karena membantu mengisi tangki cintanya — lihat DVD Tangki Cinta) dapat menjadikan anak lebih bahagia, enjoy dan nyaman dengan diri sendiri. Mari kita perhatikan sebuah komunikasi seperti yang berikut ini: “Papa tahu kamu tidak suka jika diharuskan pulang pukul 08.00 malam karena kamu masih ingin jalan-jalan dengan teman-temanmu malam minggu ini (empati). Dan sesuai dengan kesepakatan yang sudah kita buat sebelumnya, kamu tetap harus pulang sebelum pukul 08.00 tapi jika berkaitan dengan tugas sekolah, kamu boleh pulang pukul 09.00 (peraturan tetap peraturan). Kalau memang masih ada yang harus dilakukan dan kamu butuh waktu lebih, kamu harus ditemani oleh salah satu dari mama atau papa (kesepakatan tetap kesepakatan). Dan maaf, untuk malam ini, mama dan papa sedang ada acara jadi tidak bisa menemani kalian (empati). Soo… kamu harus tetap pulang pukul 08.00 malam ini. Lain kali, jika mama atau papa sedang bisa temani kamu, kamu boleh ajak teman-teman jalan-jalan sampai pukul 09.00… oke?”. Dari komunikasi tersebut si anak akan tetap merasa bahwa perasaannya diperhatikan oleh orangtuanya.
Dalam bernegosiasi mengenai peraturan, orangtua authoritative tetap konsisten dalam menerapkan kesepakatan yang telah dibuat namun mereka masih mengijinkan anak untuk tetap menikmati masa anak-anaknya dalam pengawasan dan pengendalian mereka. Dengan kata lain, kesepakatan yang dibuat berdasarkan niatan win-win solution.
Berdasarkan hasil penelitian, anak-anak yang diasuh dengan orangtua authoritative akan menghasilkan anak yang percaya diri, aman dengan diri sendiri dan lingkungan mereka sehingga mereka dapat menjalin relasi dengan lebih sehat. Mereka juga biasanya memiliki prestasi di sekolah, juga mampu memiliki perkembangan psikis yang sehat di masa mendatang. Selain itu, anak-anak ini juga cenderung memiliki perilaku yang sehat dan dapat diterima oleh masyarakat.
3. Gaya Orangtua Permisif / permissive / nondirective
Orangtua yang memiliki gaya permisif merupakan orangtua yang dianggap “baik” dan “didambakan” oleh semua anak di dunia. Pada dasarnya, orangtua tipe ini merupakan orangtua yang takut mengalami penolakan dari anaknya dan ingin senantiasa disukai/disayangi oleh anak-anak mereka. Rasa takut ini menyebabkan orangtua bersedia memberikan apapun kepada anak-anaknya tanpa menuntut mereka untuk mengikuti keinginan orangtua. Baik kan ?
Orangtua jenis ini, jarang memberikan peraturan-peraturan dan batasan perilaku. Kalau pun mereka memberikan peraturan seringkali kurang dijalankan dengan tegas dan tidak ada konsekuensi dari pelanggaran. ‘Konflik’ bagi orangtua jenis ini adalah tabu. Mereka merasa lebih baik menurut daripada harus melakukan konfrontasi dan cara ini biasanya lebih mudah bagi mereka untuk dilakukan daripada adu mulut dengan anak mereka.
Anak-anak ini terbiasa untuk dipenuhi keinginannya oleh orangtua tanpa melewati proses rasa sakit atau perjuangan. Dan ini menyebabkan mereka tumbuh menjadi anak yang kurang matang dan kurang bisa menghormati otoritas. Hal ini terlihat dari ketidak- mampuan mereka dalam mengendalikan keinginan-keinginan mereka serta ketidak- mauan mereka untuk bertanggungjawab terhadap perilaku mereka. Mereka lebih suka untuk menyalahkan orang lain terhadap kesalahan yang telah mereka perbuat. Dampaknya relasi pertemanan yang dirajut dengan orang jenis ini, menjadi timpang karena tidak ada proses take and give. Dalam bahasa sehari-hari, orang jenis ini biasa dicap sebagai orang yang mau menang sendiri, keras kepala dan tidak mau disalahkan. Mereka memang terlihat kuat dimata masyarakat umum namun sebenarnya mereka memiliki emosi yang rapuh.
Emosi yang rapuh ini menyebabkan mereka tetap tergantung pada orangtua mereka hingga dewasa. Karena seringkali rasa aman dalam berelasi hanya didapat dari orangtua yang tidak pernah menilai dan menyalahkan maka anak-anak produk pengasuhan ini memiliki hubungan yang erat dan dekat dengan orangtua mereka hingga dewasa. Mereka sangat tergantung pada orangtua sebagai sumber dari rasa aman emosional mereka.
4. Gaya Pengasuhan Neglectful/Uninvolved
Mari kita lihat sebuah situasi lain dari seorang bos yang tidak pedulian pada anak buahnya. Bos yang tidak memberikan batasan tapi juga tidak mau diajak diskusi. Anak buahnya pasti mengalami kebingungan tentang apa yang harus dikerjakan, dan tujuan apa yang harus dicapai. Ujung-ujungnya kekacauan di kantor. Sama dengan anak yang memiliki orangtua seperti ini, di akhir perjalanan menuju dewasa akan menciptakan monster yang kebingungan. Tipe orangtua ini lebih berdampak buruk dibandingkan dengan orangtua permisif karena tidak adanya ikatan emosi ditambah dengan penerapan batasan yang kabur. Mereka hanya menyediakan kebutuhan fisik untuk anak saja. Orangtua hanya berfokus pada pemenuhan kebutuhan pribadinya daripada berusaha memahami kebutuhan anak.
Ketika dewasa, biasanya anak-anak ini sering mencari pelarian dari rasa kesepian dan mencari penerimaan dari orang lain. Akibatnya mereka sering terlibat dalam masalah-masalah perilaku dibandingkan dengan anak yang memiliki orangtua authoritative. Masalah perilaku tersebut misalnya seks bebas dan penggunaan obat terlarang ataupun kenakalan remaja lainnya. Hal ini dilakukan hanya untuk mencari penerimaan. Secara emosi mereka mudah untuk mengalami depresi dan sering merasa ditolak. Dalam banyak kejadian, anak-anak tumbuh dengan perasaan ingin melawan, menentang, dan rasa marah yang bergejolak kepada orangtua karena merasa telah diabaikan dan dikucilkan oleh orangtua.
So bagaimana dengan kita sendiri? Termasuk tipe apakah kita? Ketika saya menjadi pengajar di sebuah sekolah, beberapa komentar ditujukan kepada saya, seperti “Wah, pasti nakal-nakal ya muridnya ?”, “Gimana… kalau ada anak yang suka nangisan, gak mau sekolah ?”. Ketika menghadapi pertanyaan ini, saya jadi bingung untuk menjawab. Bagi saya, tidak ada anak yang nakal, kenakalan yang ‘diciptakan’ seorang anak hanya untuk menunjukkan bahwa dirinya ada di dunia ini. Berikan perhatian dan batasan yang jelas kepadanya maka si anak akan merasa disayang dan akan menjadi normal-lah perilakunya. Senada dengan kutipan dari buku Nanny 911, “Anak nakal bukan dilahirkan namun diciptakan.” Berdasarkan pengalaman saya, orangtua yang menerapkan batasan secara jelas dan menyediakan waktu berkualitas bagi anak-anaknya akan menghasilkan anak yang bahagia, kritis, mudah untuk diajak kerjasama dan ramah. Lihatlah DVD Tangki Cinta dan baca buku Rahasia Mendidik Anak agar Sukses dan Bahagia untuk memperdalam hal penting yang bisa memengaruhi masa depan Anda dan anak Anda ini.
salam hangat penuh cinta untuk Anda sekeluarga
Sandra M.,MPsi.,Psikolog (Partner Konselor dan Terapis SekolahOrangtua.com)
Thanks Miss Sandra..
Artikelnya bagus banget, menginspirasi saya pada pertanyaan orang tua murid,”anak saya nakal ya bu?”kadang saya jg bingung memberikan jwbn yang tdk menyinggung perasaan mereka sbg orang tua,thanks much….
Artikelnya bagus sekali, Sangat saya sarankan bagi orang tua dan calon orang tua, artikel ini sebagai pedoman dalam mendidik anak-anaknya. Karena isi dari artikel ini sangat sederhana tetapi manfaatnya sangat luar biasa serta mudah untuk diterapkan dalam kehidupan kita sehari-hari.
Trimakasih
saya tunggu artikel berikutnya.
Good artikel, terima kasih …..saya tunggu artikel dan buku2nya
anti
<p>wah, saya tipe yang mana ya? tfs :D</p>
luar biasa… bersyukur dapat membaca artikel ini. semoga kita semua benar2 dapat menjadi orang tua yang berhasil. tidak hanya berhasil di dunia namun lebih dari itu… tidak ada anugrah terbesar selain mendapat anak yang sholeh… kadang2 kita sll ingin anak menurut kita, bukan kita yang berusaha mencari tahu apa keinginan anak.. being learner parents is the most important thing.. thank’s a lot… sy tunggu artikel berikutnya…
terima kasih artikel yang sangat bagus dan sangat berguna buat saya dalam mendidik anak anak saya di tahun baru ini sehingga saya bisa mendidik dengan baik dan mengurangi kesalahan yang saya perbuat di tahun lalu. Makasih pak Aris dan team
Terima kasih Ibu Sandra, artikelnya bagus banget …kami tunggu artikel selanjutnya…saya akan forward artikel ini kepada teman-teman saya yang sudah punya anak, semoga artikel ini membawa manfaat bagi mereka,amin. Thanks a lot for Sekolah orangtua
Wah, saya udah kehabisan kata-kata untuk mengomentari tulisan ini. Tapi yang jelas saya suka banget…
Secara, saya masih muda dan baru saja punya bayi 1 januari lalu jadi memang saya harus banyak belajar. Terus nyangkt di sini deh, langsung saya bookmark.
TK.
Saya baru bergabung dng Sekolah Orangtua ini dan langsung terinspirasi dng artikel2nya yg OK. Pengin deh jadi ortu yg baik untuk anak2 sy. Sy yakin artikel2 ini bisa membimbing sy mencari solusi terbaik untuk mslh tumbuh kembang anak2 sy.
Tq pak Ariesandi dan pak Sukarto.
tq ilmunya bu.sgt2 bermanfaat buat sy pribadi.sy ada pertyaan,bgmn kita bisa mendi2k ank dri jrak jauh dn dlm asuhan org yg mempunyai perbedaan perspsi dln cra mendi2k anak{di2kan tempo dulu}.skrg sy kerja di hongkong.
Halo ibu Anna,
Sayang sekali, anda terpaksa berpisah dari buah hati sehingga pendidikan terpaksa juga harus diserahkan pada orang lain.
Ibu akan mengalami kesulitan jika ingin mengubah orang lain, namun orang tersebut tidak merasa bahwa apa yang telah ia lakukan kurang bermanfaat/salah dimata orang lain. Yang bisa ibu lakukan hanyalah menginspirasi orang tersebut agar dapat melihat cara berpikir/persepsi ibu mengenai pendidikan. Salah satunya dengan banyak memberikan masukan mengenai buku, audio, seminar pendidikan yang akan membantunya membuka dan memperlebar wawasan mengenai pendidikan yang tepat untuk anak-anak. Atau jika memungkinkan, ajak berdiskusi ringan mengenai pendidikan melalui contoh-contoh riil dari pendidikan yang salah dari sekitar lingkungan kita.
Semoga saran ini dapat sedikit membantu ibu.
Aduuh…masuk kategori mana ya…..no.2 kali yaa… ampuunnn…..!
ternyata anak nakal bukan dilahirkan tapi diciptakan oleh kita…..
Yach..sabaar……!
bisa minta contoh kuisioner uantuk gaya pengasuhan???
Halo Yuli45com,
Untuk kuesioner gaya pengasuhan sudah diupload di online class super family class. Silahkan mengakses ke sana.
Untuk bukunya, silahkan membaca buku karangan Dr Phil Mc Graw, Family First.
Semoga membantu.