Kesalahan Fatal Orangtua yang Membuat Anak Malas Belajar dan Kurang Bertanggung Jawab (Bagian 3) – Tips Praktis Komunikasi
Artikel ini adalah kelanjutan dari 2 artikel sebelumnya. Saya harap Anda sudah membaca 2 artikel sebelumnya – yang mengulas tentang kasus terapi seorang anak yang dilaporkan malas, kurang bertanggung jawab dan membangkang orangtuanya – untuk mendapatkan sebuah gambaran utuh tentang apa yang saya bahas di artikel ini. Saya menyampaikan di penghujung artikel ke 2 bahwa sumber masalah dari kasus tersebut adalah komunikasi. Saya sangat percaya setiap orangtua mencintai anaknya, bermaksud memberikan yang terbaik untuk anaknya dan bersedia melakukan apapun agar anaknya kelak sukses dalam hidupnya. Namun seringkali maksud baik orangtua tersebut tidak tersampaikan karena jeleknya keterampilan komunikasi. Saat orangtua memberikan nasehat pada anak maka : – Hal tersebut sudah dianggap komunikasi – Orangtua “berpikir” anak pasti paham karena nasehat diberikan dalam bahasa Indonesia yang normal – Orangtua “berpikir” anak pasti mau melakukan karena itu baik untuk anak sehingga ketika anak tak melakukan orangtua merasa diabaikan, tak didengarkan dan akibatnya marah pada anak Orangtua tidak menyadari bahwa anak : – Memiliki pikiran yang cara kerjanya bahkan orangtua pun tak tahu bagaimana pikiran itu menyimpan informasi – Memiliki kebutuhan emosi dasar yang harus terpenuhi lebih dahulu baru kemudian bisa memproses informasi yang diterima – Memiliki sebuah kepribadian yang unik yang bisa jadi sangat berbeda dengan orangtua dan saudaranya. Sehingga apa yang baik dan bisa diterapkan pada saudaranya atau bahkan pada orangtuanya belum tentu bisa berhasil jika diterapkan pada anak yang bersangkutan – Belum memiliki wawasan dan cara pikir seperti orangtua Sebaliknya saat anak menerima nasehat atau pun kata-kata dari orangtua seringkali merasa : – tidak dipahami – tidak dianyomi – diperlakukan tidak adil – tidak dipercaya – diremehkan kemampuannya – disudutkan Dan akhirnya karena ketidaksinkronan hal di atas maka komunikasi menjadi penghalang di antara orangtua – anak. Orangtua merasa mencintai anaknya dan telah melakukan banyak untuk anak sementara anaknya dianggap kurang menghargai orangtua. Sedangkan di pihak lain, si anak merasa tidak dicintai, tidak dipahami dan tidak punya otoritas untuk memutuskan apa yang ia sukai. Jadiiiiiii …… gak nyambung deh. Tak salah kan kalau muncul masalah di antara anak – orangtua. Jadi apa yang penting dalam sebuah komunikasi orangtua – anak. Hal yang sangat mendasar yang saya mau ingatkan pada Anda semua adalah : – perilaku anak adalah respon dari sikap, tindakan dan ucapan orangtuanya – perilaku anak muncul karena ada kebutuhan emosi yang hendak dikatakan anak pada orangtua namun karena keterbatasan anak akhirnya mereka tidak mampu mengatakannya tapi menampilkan perilaku yang diharapkan anak dimengerti oleh orangtuanya – saat orangtua semata-mata menanggapi perilaku anak maka orangtua gagal untuk memahami apa sebenarnya masalah utama si anak kesalahan paling banyak yang terjadi dalam komunikasi orangtua – anak adalah : – orangtua melabel anaknya tanpa sehingga malah memperkuat perilaku buruk si anak. Contoh : kamu itu ceroboh ya, kamu itu anak bandel, kamu itu bisanya hanya makan saja, kamu itu anak malas – orangtua menuduh tanpa klarifikasi. Contoh : kamu ya yang buat adikmu menangis, kamu kemarin pasti tak belajar ya sehingga ulanganmu jelek, – orangtua langsung memberikan solusi tanpa bertanya pada anak bagaimana perasaannya dan apa yang diinginkannya (tergantung usia) : kamu ikut les piano saja karena itu bagus sebab dulu papa ingin belajar piano tapi kakek tak sanggup biayai (ada agenda tersembunyi untuk menuntaskan hasrat masa lalu orangtua) – orangtua membandingkan anak dengan dalih untuk memotivasi : coba kamu lihat adikmu tanpa diminta langsung belajar sendiri, coba kamu lihat si Anton dia begitu mandiri dan berani tampil, kamu jangan bodoh-bodoh seperti si Dungu itu ya Dan masih banyak lagi kalau mau didaftar. Nah kalau begitu apa prinsip utama komunikasi agar anak merasa aman, dicintai, dipahami namun tetap dapat diarahkan sesuai potensinya? Prinsip utamanya adalah dengarkan perasaan anak dan akui perasaan tersebut. Perasaan anak adalah faktor utama yang mendorong anak memunculkan suatu perilaku tertentu. Contoh seorang anak mengeluh karena tak bisa menguasai pelajaran matematika. Anak tersebut mengatakan, “aduhh susah banget sih matematika ini!” Respon orangtua kebanyakan: – kamu sih anak bego dan malas ( melabel) – kamu pasti kalau dikelas tak pernah mendengarkan guru (menuduh) – coba kamu belajar lagi lebih tekun jangan keburu mengeluh (memberi solusi) – ihhh kenapa sih kamu tak serajin temanmu untuk belajar matematika (membandingkan) Respon yang harusnya Anda lakukan adalah “mendengarkan perasaan” anak. Mengapa anak mengatakan seperti itu ? pasti ada sebuah perasaan yang mendorongnya. Tanggapi perasaan itu. Jadi tanggapan yang mungkin adalah : – kamu merasa sudah belajar banyak tapi masih tetap tak bisa menguasai ya ? – kamu merasa jengkel dengan dirimu sendiri ya ? – kamu merasa tak ada yang bisa bantu kamu memahami soal-soal matematika itu ya ? Nah kemungkinan-kemungkinan tanggapan seperti di atas akan membuat si anak merasa dianyomi, dipahami dan diakui perasaannya. Akibatnya adalah si anak akan membuka diri dan percakapan dari hati ke hati akan terjadi. Jika Anda sebagai anak bisakah Anda merasakan perbedaan tanggapan yang terjadi dibandingkan dengan respon orangtua kebanyakan? Masih ingin belajar lebih banyak lagi? Kali ini saya akan memberikan AUDIO “Kesalahan Fatal Orangtua yang Membuat Anak Malas Belajar dan Kurang Bertanggung Jawab”. Mau? Salam hebat untuk Anda Ariesandi dan Tim Sekolah Orangtua Indonesia
Saya sangat setuju dengan artikel diatas,namun saya penasaran,bagaimana caranya merubah pemikiran teman yang memiliki prinsip seperti ini: “anak itu beda beda ada yg suka dilembutin ada yg suka nya dikasarin,buktinya ada anak anak yg perilakunya suka membully secara verbal,setelah di beri tau diajak komunikasi baik baik dan lembut,tdk bisa berubah”. Saya miris dengan teman saya tersebut.
Saya termasuk orang yang sangat tidak suka dengan gaya mendidik yang kasar,marah marah,mengancam atau menakutkan,karna saya dahulu adalah korban bully
Saya juga menemui peserta didik yang yang bercerita,bahwa ia lebih suka pendidik yang galak,karna orang tuanya dirumah juga galak,ia merasa baru bisa berbuat yang diinginkan ortu jika telah dimarahi terlebih dahulu,ia juga menceritakan bahwa ketika pendidiknya lembut,anak didik cenderung tidak sopan,cenderung meremehkan,mengabaikan, tidak menuruti jika diberi tugas.
Mohon masukan dan pencerahannya
bagus…orangtua memang perlu sekolah…krn sekolah utk menjadi orangtua belum digarap serius spt yg sudah anda lakukan, terimakasih sharingnya
Bagaimana cara mendidik anak yang lambat dalam belajar dan sering mendapat nilai jelek disekolah serta klo pulang sekolah sukanya maen game atau lihat film2 kartun dan main mobil2an terus,anak saya sekarang duduk dikelas 3SD.tolong dong gimana agar bisa berubah sifat dan sikapnya itu soalny klo dibilangin susah dan suka ngambek.Tak lupa ak ucpk mksh sebelumnya ya.
Gmn cara mau belajar jd ortu ya,,, kyknya simple,,, tp duh hbs sabar nih..
Padahal sy sdah berubah tetapi Bpk saya sering menuduh saya tidak belajar walaupun saya sudah belajar dengan giat