Apa yang Salah dengan Diri Saya?
Yth. Pak Aries
Anak saya 6.5 thn, kelas 1. Setiap hari di sekolah tugas yang diberikan gurunya hampir tidak pernah selesai. Setiap pulang sekolah harus saya temani di kelas untuk menyelesaikan catatannya.
Sebenarnya kalau menulis dia cukup cepat, hanya untuk mau mengerakkan tangannya untuk menulis sulit sekali. Otak-atik pensil, gosok2 buku (bukunya sering bolong disetip), goyang-goyang bangku, melamun. Pokoknya ada saja.
Saya merasa sudah sabar selama 2 bulan. Dan akhir2 ini saya sudah sangat sulit menahan emosi saya untuk tidak marah. Apalagi sekarang hampir setiap hari ulangan. Ulangan yang tidak selesai, tentu nilainya jelek. Ini membuat saya kesal, karena merasa harusnya dia bisa, tapi tidak mau menulis.
Puncaknya kemarin, belajar pelajaran PKN untuk ulangan hari ini. Guru lesnya sudah mengajari 1.5 jam, lima agama, masing2 dengan tempat ibadah, pemuka agama, dan kitab suci. Tidak ada yang diingat. Saya lalu mengajari sendiri, sudah dengan hati kesal. Tapi, anaknya tidak bisa konsen. Saya jadi kalap, anak saya pukul.
Saya sendiri merasa ada yang salah dengan diri saya. Ada yang salah dengan cara saya. Pagi ini sebelum berangkat, saya katakan padanya, ‘Tidak peduli nilainya berapa, yang penting sudah berusaha. Mama tetap sayang’. Yah, saya sudah pasrah saja.
Bagaimana caranya mengubah diri saya?
Terima kasih,
An
Ibu An yang baik,
Saya ikut prihatin dengan masalah anak Ibu. Ada banyak hal yang perlu diketahui sebelum bisa memberikan saran yang tepat pada Ibu. Saya berusaha memperkirakan apa yang terjadi dari cerita Ibu yang sekelumit itu.
Yang pertama adalah persepsi Ibu tentang belajar perlu diketahui dulu. Karena persepsi Ibu menentukan sikap dan tindakan Ibu pada anak. Dan ini menentukan reaksi anak terhadap Ibu dan lingkungan.(saya simpulkan dari kalimat Ibu : ………. Apalagi sekarang hampir setiap hari ulangan. Ulangan yang tidak selesai, tentu nilainya jelek. Ini membuat saya kesal, karena merasa harusnya dia bisa, tapi tidak mau menulis ….)
Oleh karena itu tidak salah jika anak Ibu melamun ( Sebenarnya kalau menulis dia cukup cepat, hanya untuk mau mengerakkan tangannya untuk menulis sulit sekali. Otak-atik pensil, gosok2 buku (bukunya sering bolong disetip),goyang-goyang bangku, melamun ) Ini adalah tanda dari seorang anak yang tertekan dan tak bisa berbuat apa-apa. Dia ingin melawan namun tak tahu caranya harus bagaimana. Tindakannya menuruti perintah Ibu tidak sesuai dengan apa yang ada dalam pikiran dan hatinya. Akhirnya karena perasaannya tak pernah dapat tanggapan dari Ibu dia konflik. Akibatnya pikirannya ‘blank/kosong’ dan jadinya melamun.
Selama ini Ibu mungkin hanya berfokus pada keinginan Ibu. Bukan pada apa yang ada dalam hati dan perasaan anak Ibu. Coba tanyakan “Nak sebenarnya apa sih yang kamu rasakan kalau Ibu minta kamu belajar?”
Atau ketika dia ogah untuk belajar coba katakan “Nak sekarang tutup buku pelajaranmu dan ikut Ibu ke dapur. Ada sesuatu yang enak untukmu!” Setelah itu, misalnya, buatkan jus kesukannya atau apapun, dan kemudian tanyakan apa yang dia rasakan. Jika ia ungkapkan suatu emosi negatif coba tanggapi dan bantu untuk memecahkan.
Setelah perasaannya tenang barulah ia siap untuk belajar dan menyerap ilmu. Ingat kita tidak akan pernah efektif menyerap informasi bila dalam keadaan tertekan/stress demikian juga anak-anak.
Semua yang saya jelaskan di atas saya bahas di materi Parents Club sangat detail, kurang lebih 4 jam dalam format DVD, dengan topik komunikasi.
Yang kedua adalah Ibu perlu menguasai teknik mengontrol diri yang efektif. Ini tentunya melibatkan pasangan agar lebih mudah. Jika kesulitan masih ada cara lain yang kami sediakan yaitu dengan melakukan terapi diri sendiri dengan mendengarkan CD Terapi “menjadi orangtua terbaik bagi anak”.
Semoga jawaban yang singkat karena terbatasnya waktu dan tempat ini bisa membantu Ibu meringankan masalah yang ada.
Salam hangat dari team SekolahOrangtua.com
—
ariesandi s.
Hmm… memang kadang kita perlu lebih banyak komunikasi dengan anak. Tapi kalau anak kita masih belum bisa bicara gimana solusinya ya?
Problem yang sama dengan anak saya 12 th yg duduk di kls 1 SMP. Gaya santainya itu aja yg buat sy senewen. Hari ulangan ga kayak ulangan, biasa aja. Buku catatan semaunya. Anehnya nilain alhamdulillah tetap bagus walau menghapal sambil main-main, wara-wiri, dikit2 ambil minum, ke toilet, intip si mbak nonton TV. Akhirnya sy sadar, mkn itu cara dia belajar. Dan zaman dia sekolah skrg ga spt zaman saya dl, bnr2 dibawah tekanan guru, ortu… Bikin stress. Kalo skrg cenderung dg guru lbh santai walau ttp hormat. Gayanya yg sdh beda…Please deh, dunia sdh berubah !
Salam,
Dari banyak membaca komentar para netter ,saya menyimpulkan banyak para ibu yang menginginkan anaknya seperti dia ,atau tepatnya anaknya dibentuk untuk menjadi seperti dia…Nah inilah kesalahan terbesar para ibu atau orang tua karena bapaknya juga ikutan seperti itu,dan para konseler juga sering malah membantu dari maksud para ibu tersebut……nah anak makin parah khan ?!
jaman sekarang, kita tidak bisa mendidik anak dengan model pendidikan ala jaman nenek moyang, dimana orang tua selalu memaksakan keinginannya. anak harus nurut orang tua.
sekarang, orang tua harus dengan bijaksana mengarahkan dan membimbing anak. mengerti keinginan anak dan bisa menjadi “teman” bagi anak.
perhatikan apa keinginan sang anak adalah hal yang sangat berharga dalam membimbing anak. “mendengar” adalah kata kuncinya.
hi, saya dokter yang sedang menempuh pendidikan spesialis psikiatri (kedokteran jiwa), mau urun pendapat tentang masalah ini. saya tidak tahu apakah ilustrasi kasus merupakan kisah nyata atau bukan, tapi menurut disiplin ilmu yang saya pelajari (khususnya psikiatri anak) sepertinya anak tsb mengalami ADHD. peran orang tua memang penting dalam memberikan terapi perilaku yang konsisten, namun karena dasar biologisnya juga kuat, terkadang modifikasi perilaku orang tua saja tidak cukup. ada baiknya pada kasus semacam ini anak dikonsultasikan ke psikiater, karena bila tak tertangani dapat menimbulkan masalah di kemudian hari bagi anak (prestasi akademik, pergaulan dgn teman) dan orang tua (keharmonisan keluarga). mdh2n bs jd bhn pertimbangan, salam.
Kasus yang dialami ibu An, mirip-mirip dengan anak saya (juga kelas 1). Terkadang jika dipanggil, bergaya santai seolah gak mendengar dan mulai berani berbohong. Mamanya sudah nggak bisa ngadepin lagi, tetapi kemarin saya coba meminta pendapatnya tentang apa maunya supaya dia selalu jujur dan bagaimana seharusnya orang tua bersikap ke dia. Setelah dia jawab, saya coba turuti kemauannya. Setiap ada apa-apa di sekolah saya coba cross chek ke guru dan teman-temannya, e e e baru seminggu jalan dengan baik (dia jujur dan konsentrasi), sekarang kok balik lagi penyakitnya??? Pusing juga saya.
Saya sependapat dengan pak Ariesandi. Saya mungkin belum punya pengalaman dalam mendidik anak, karena anak saya masih 5 bulan. Tapi untuk pengalaman saya sebagai anak, saya juga pernah mengalami perasaan “tertekan” itu.
Kadang kita orangtua hanya berfokus pada keinginan kita dalam mendidik anak, sampai harapannya tercapai dan lebih sering mengabaikan ataupun menyepelekan apa yang ada dalam hati dan perasaan anak. Menganggap orangtua lebih tahu banyak asam garam dalam mendidik dan juga tentang hidup, akibatnya anak menjadi tertekan. Tertekan karena tak bisa berbuat apa-apa. Dia ingin melawan namun tak tahu caranya harus bagaimana. Tindakannya menuruti perintah orangtua tidak sesuai dengan apa yang ada dalam pikiran dan hatinya. Akhirnya karena perasaannya tak pernah dapat tanggapan dari orangtuanya, anak menjadi konflik. Konflik memang bisa dalam berbagai bentuk, ada yang menjadi mulai berani berbohong, rewel, nakal ataupun bermasalah dalam pelajaran. Anak sebenarnya sama seperti kita orangtua, kita perlu mengungkapkan suatu perasaan apalagi bila itu berupa sebuah emosi negatif yang harusnya kita coba tanggapi dan bantu untuk memecahkan.Seperti halnya istilah “curhat” kepada sahabat atau teman pada jaman sekarang, nah anak kecil pun perlu curhat, namun mereka tidak tau caranya, oleh karenanya kita perlu mengarahkan atau membantu mereka melepaskan unek-unek atau perasaannya. Dengan begitu kita bisa menjadi “teman” bagi mereka.
Banyak artikel Anda telah memberikan inspirasi kepada saya untuk mendidik dan mangasuh anak dengan lebih baik. Terima kasih atas komitmen Anda untuk selalu memberikan wawasan pencerahan kepada seluruh orang tua untuk memperlakukan anak mereka dengan penuh cinta dan sayang.
Kami mempunyai dua orang anak laki-laki, 9 tahun & 6 tahun, dengan karakteristik yang sangat berbeda. Kebetulan anak I kami ADHD, jadi Bapak bisa bayangkan kehebohan dan kelucuan yang sering ditimbulkan anak saya tsb. Kami berdua bekerja, sehingga praktis saya mempunyai keterbatasan waktu dalam mengasuh anak.
Saya mempunyai suami yang sangat perhatian kepada keluarga (cenderung posesif) tetapi temperamental, sehingga anak I kami yang ADHD sering sekali menjadi sasaran kemarahan ayahnya. Sebenarnya saya sudah sering memberikan artikel-artikel Bapak kepada suami saya, khususnya yang cocok dengan permasalahan kami, bahkan saya menempelkan beberapa tips2 praktis & puisi tentang anak di dinding kamar anak, tapi tidak juga mengurangi tabiat suami yang sering marah & kasar kepada anak.
Bagaimana ya Pak, solusi mengatasinya ? Saya kadang kasihan sekali dengan anak saya yang sering dimarahi dan dimaki ayahnya ?
Terima kasih sekali atas perhatian dan dedikasi Bapak terhadap anak2.
Dear An,
seringkali anak2 dengan masalah belajar disebabkan adanya masalah dengan kerja gelombang otaknya.
untuk dapat mengetahui apkah terdapat kelainan pada gelombang otak yang menyebabkan anak menjadi kurang konsentrasi, sering kehilangan barang, dan lain sebagainya, bisa menggunakan brainmap sehingga dengan lebih jelas dapat diketahui permasalahannya.
regards,
Manti Rivai, S.psi
manti@brainoptimax. com
(021) 4585 0754