ArtikelRelationship

“A. P. A. Method” Kunci Membangun Strong Relationship

Lebih daripada IQ, Kesadaran dan Kemampuan Emosional menangani perasaan / emosi akan menentukan Keberhasilan dan Kebahagiaan dalam segala jalur kehidupan…

John Gottman, Ph.D

Belajar mengekspresikan, merasakan, dan melepaskan emosi negatif merupakan kemahiran penting yang dibutuhkan setiap anak untuk belajar.

Cara ini membangkitkan potensi kreatif dalam diri anak dan mempersiapkan dia untuk menghadapi tantangan hidup dengan berhasil…

John Gray, Ph. D

Suatu hari, seorang ibu datang bersama temannya untuk mengkonsultasikan putranya, yang kurang lebih berusia 9 tahun. Dengan raut wajah yang terkesan lelah, sebut saja nama ibu tersebut dengan ibu Dina. Ibu Dina menceritakan permasalahan antara ia dan anaknya.

Bu Dina merasa frustasi dengan sikap anaknya yang sudah berani melawannya. Dan seringkali terkesan mencari cara untuk membuat ibunya ini marah. Bu Dina merasa sudah mencoba berbagai macam cara untuk “mengendalikan” anaknya, sebut saja namanya Andre, tapi semua itu seakan-akan sia-sia. “Bukannya semakin “takut” dengan saya tapi semakin berani dan meningkat sikap melawannya” kata bu Dina.

Pada kasus lain, sebut saja klien kami bernama Shelly. Ia menceritakan kalau selama ini ia merasa tidak memiliki keberanian untuk mengambil satu keputusan, ia merasa sering ragu-ragu.

Sikap seperti ini sebenarnya sudah ia rasakan sejak kecil. Ia selalu takut untuk berbuat salah, karena kalau melakukan kesalahan baik yang sudah ia ketahui ataupun belum, maka orangtuanya selalu memarahinya dan tak jarang sambil memukulnya. Kalau sudah seperti itu, ia jadi sangat takut dan bersikap “menerima”. Maka untuk menghindari amarah dan pukulan dari orangtuanya, Shelly memutuskan dirinya untuk tidak banyak “berulah”. Supaya mendapat kesan “anak baik” dimata orangtuanya. Dan, ternyata orangtuanya memang benar-benar menganggapnya “anak baik“.

Dua contoh kasus diatas, sering kami jumpai di ruang konseling. Ada dua kondisi dari dua sikap yang berbeda dari anak-anak menanggapi sikap orangtua mereka.

Apakah bapak/ibu sering juga menjumpai kondisi seperti itu di keluarga saudara atau teman Anda ? atau Apakah hal ini juga terjadi di rumah Anda ?

Semakin kita marah, bukannya semakin membaik tapi semakin menjadi-jadi ulah / kenakalannya. Atau anaknya menjadi anak yang sangatpendiam”, “penurut”.

Menengok Ke Dalam

Mari kita lihat permasalahan yang terjadi dengan sudut pandang lebih dalam. Coba kita perhatikan ketika anak kita masih bayi, untuk mendapatkan sesuatu yang ia inginkan, ia melakukan “sesuatu yang menarik perhatian” kita. Saat itu kita mau mengerti tindakan bayi kita itu dengan pengertian bahwa bayi kita “membutuhkan” sesuatu.

Mengapa saat itu kita mau mengerti dengan sikapnya ? karena kita beranggapan bahwa mereka masih bayi dan masih belum bisa mengutarakan keinginannya dengan kata-kata yang tepat. Saat itu, kita mau memakluminya, seakan-akan kita adalah orangtua yang “penuh pengertian“.

Seiring dengan bertambahnya usia ditambah dengan sudah sekolah, kita beranggapan / berasumsi, bahwa “bayi kita” yang sudah tumbuh jadi anak-anak itu “seharusnya“ sudah tahu dan mengerti, kalau menginginkan atau membutuhkan sesuatu, harus disampaikan dengan komunikasi yang baik, yaitu dengan mengatakannya.

Sehingga ketika “bayi kita” yang sudah tumbuh jadi anak-anak itu melakukan tindakan “nakal” maka kita berasumsi / beranggapan kalau anak kita itu anak nakal / menantang kita / sudah menyimpang / anak yang tidak mau mengerti orangtua / sengaja membuat kita marah dll. Maka umumnya orangtua akan mengambil tindakan represif ( memberi tekanan, hukuman dll ), saya percaya orangtua yang di sini tidak ada…………………………..”tidak ada bedanya”, no no no, sekedar joke ok, supaya Anda tidak tegang.

Ketika kita mengambil tindakan represif, maka anak akan mengambil 2 macam sikap, yaitu: – Melawan – Menurut

Ketika kita melakukan tindakan represif, anak kita menjadi bingung dengan tindakan kita. Mengapa ? Karena ada perbedaan dan perubahan perilaku kita ketika menghadapi perilaku nakal mereka.

Saat itu, anak berpikir bahwa orangtuanya pasti mau dan bisa memperhatikan, mengerti, memahami kebutuhannya seperti ketika mereka masih bayi, ketika mereka masih belum paham bagaimana mengungkapkan kebutuhan mereka. Tapi… yang terjadi adalah sebaliknya. Orangtua malah bersikap represif dalam menanggapi perilaku nakal yang mereka tunjukkan. Bagi anak-anak, ini adalah suatu perubahan dan kejadian yang membingungkan.

Mengapa hal diatas bisa terjadi ? Apa benar, bahwa anak-anak itu, tidak tahu harus bagaimana mengutarakan kebutuhan emosinya ?

Kalau mau tahu jawaban yang sesungguhnya, mudah sekali. Coba kita cek ke dalam diri kita yang terdalam, sejujurnya apakah para orangtua pembaca rutin mengajarkan, memberi contoh kepada anak-anak untuk mengungkapkan perasaannya ?

Ketika kita jarang apalagi hampir tidak pernah melatih anak-anak untuk mengungkapkan perasaan, maka sudah dapat dipastikan anak-anak tidak akan bisa mengungkapkan kebutuhan perasaannya.

Yang terjadi di sini adalah salah mempersepsikan ( persepsi=resiko salah tinggi ). Yang sering terjadi, ketika anak-anak “berulah” sesungguhnya mereka sedang mengkomunikasikan perasaannya. Perasaannya membutuhkan sesuatu dari orangtuanya.

Misal saja, ketika perasaan anak sedang membutuhkan pengakuan, tapi reaksi yang diberikan orangtuanya adaah amarah. Maka jelas disini ada ketidakcocokan antara kebutuhan dan pemenuhannya. Ketidakpasan inilah yang menyebabkan anak-anak menjadi semakin “berulah”. Melihat hal ini, orangtua semakin beranggapan, kalau anaknya semakin nakal/membangkang dst, dst… tak ada selesainya.

Di sisi lain, anak-anak beranggapan orangtuanya tidak cinta pada mereka, mereka merasa tidak nyaman, tidak aman dengan orangtuanya, orangtua tidak mengerti mereka dst dst…..

Apakah benar para orangtua terkasih ?

Keluarga Harmonis

Apa dan bagaimana Keluarga Harmonis itu ? Ketika, orangtua menyadari peran dan tanggungjawab terhadap diri sendiri dan anak-anak, secara fisik dan mental serta hubungan keduanya, maka terciptalah satu hubungan yang laras, yang seimbang, itulah Kondisi Harmonis.

Saya memiliki contoh, yaitu Kel. Bpk. Ariesandi Setiono ( Founder SekolahOrangtua ), kebetulan saya mengenal keluarga ini dengan baik. Keluarga pak Aries beranggotakan 5 orang, suami-istri dan 3 orang anak. Sejak dini, keluarga pak Aries mengajarkan keterbukaan dan penerimaan total untuk semua anggota keluarganya. Sehingga komunikasi yang terjadi berjalan sangat baik. Masing-masing keunikan anggota keluarga dipahami dan diterima apa adanya. Peran orangtua bukan penguasa namun sebagai Pelatih Kesuksesan bagi anak-anaknya. Perbedaan bukan dipandang sebagai penghambat jalannya sistem keluarga, justru dipandang sebagai kekayaan keluarga. Jadinya, keluarga ini merasa kaya. Seiring waktu, kondisi ini tidak saja membuat para anggota keluarga semakin erat / kompak tapi kemakmuran-nya pun berkembang dengan sangat baik sekali. Inilah yang saya maksudkan sebagai Keluarga yang Seimbang ( Harmonis )….Mau….???

The Way of Success Family Principles

Untuk mencapai apa yang kita inginkan, secara garis besar ada 2 sumber yang kita butuhkan, yaitu :

  1. Sumber Dalam ( Internal Resources )
  2. Sumber Luar ( External Resources )

Pengalaman saya di lapangan, saya lebih banyak menjumpai orang yang berpikir, bahwa untuk meraih impiannya ( Success Family ), maka yang paling penting adalah memiliki skill yang mampu “ menguasai / mengontrol “ orang lain ( pasangan / anak-anak ).

Fokusnya lebih pada peningkatan “ Kemampuan External “, karena sebagian besar orang berpikir, bahwa dengan memiliki skill yang mampu mengontrol seseorang maka, mereka dengan mudah meraih apa yang diinginkan.

Idealnya untuk meraih apa yang kita inginkan ( tak terkecuali Keluarga Harmonis ), dibutuhkan Kesimbangan, Kekuatan Internal dan External diri kita.

7 Principles Success Family

  1. Kesadaran Pribadi
  2. Tanggung Jawab
  3. Visi – Misi Keluarga
  4. Komunikasi Efektif
  5. Relationship
  6. Keuangan
  7. Family Coach

Dalam artikel saya kali ini, saya hanya menyinggung perihal Membangun Relasi yang kuat / erat ( Prinsip 5 ) khususnya antara orangtua dan anak.

Salah satu syarat terciptanya Strong Relationship adalah Penerimaan Total.

Penerimaan Total artinya kita mau memahami dan menerima perbedaan antar pribadi. Dan perbedaan itu dianggap sebagai sebuah karunia alam semesta untuk saling mendukung dan melengkapi untuk tercapainya sebuah Kesuksesan Besar ( Keluarga ).

Untuk itu, kita perlu melihat kedalam diri kita sendiri, seperti apa Karakter kita, seperti apa Gaya / Style Komunikasi kita dan seperti apa Bahasa Cinta kita. Dan kita juga perlu mengetahui dan memahami milik anggota keluarga kita.

Apabila kita sudah sampai pada tahap itu, maka kita akan mudah untuk saling mengerti, saling memahami dan saling mendukung. Dan kita telah menghilangkan satu penghambat besar terwujudnya Keluarga Harmonis.

Ketika salah satu anggota keluarga, misal anak, bersikap “nakal / berulah”, maka kita bisa lebih menahan diri untuk mau melihat lebih jauh dibalik kenakalannya. Disana kita akan menemukan dengan lebih jelas, apa yang sesungguhnya ia butuhkan ? Apakah mungkin “Tangki Cinta”nya lagi kosong ? dll. Dengan mengetahui lebih jelas dan pasti ( bukannya menduga-duga / ber-persepsi ) maka, anak akan merasa dirinya Aman, diCintai tanpa syarat dan diAkui ( 3 Kebutuhan Utama Manusia ). Dengan diisinya Kebutuhan Dasar ini, maka bukan saja masalah lebih cepat diatasi, yang lebih penting adalah anak akan tumbuh dengan emosi yang sehat. Hal ini jelas sangat bermanfaat untuk perkembangan potensi diri anak. Anak lebih yakin dengan masa depannya dan lebih simple untuk meraih kesuksesan.

First Step to Harmony Relationship

  1. Munculkan state mau mendengar dan mengerti
  2. Ajukan APA :

Akui Perasaannya, contoh : Ketika anak berulah, kita bisa minta dia untuk tenang terlebih dulu, dengan mengatakan, “John…, papa/mama minta kamu untuk tenang, kamu mau kan ?”…. ”Kamu ingin papa/mama bisa mengerti apa yang kamu inginkan, iya kan ? “…. “Ok, kamu sekarang tenang dulu….. dan papa/mama siap mendengar, agar bisa mengerti apa yang kamu rasakan dan butuhkan “…. ( pada tahap ini, anak merasa dirinya dimengerti dan aman emosinya )

Pahami Perasaannya, dengan mau mendengar dan mengerti apa yang dirasakan dan dibutuhkan anak, maka kita bisa memahami perasaan anak kita. Munculkan rasa empati. Katakan pada anak… ”Ok John, papa/mama bisa memahami apa yang sedang kamu alami ini. Ketika papa/mama mengalami masalah seperti itu, bisa jadi papa/mama akan merasakan seperti apa yang kamu rasakan saat ini… ( pada tahap ini, anak akan jauh lebih tenang dan jauh lebih terbuka dengan orangtua. Ia merasa dirinya dipahami / diterima )

Arahkan Dirinya, dengan mau mengakui dan memahami apa yang dirasakan anak, maka anak dengan senang hati dan terbuka untuk menerima arahan Anda sebagai orangtuanya. “Ok John, agar lain waktu kamu bisa mendapatkan apa yang kamu ingin rasakan maka kamu bisa melakukan …………( isinya saran Anda ), ok…apakah ini cukup jelas bagi kamu ?… “Bagaimana perasaanmu sekarang ?… Ok, apakah kamu merasa jauh lebih nyaman / enak ?… Apakah perasaan seperti ini yang kamu inginkan ?… Benar, seperti ini yang kamu inginkan ?… Ok John, papa/mama yakin kamu semakin hari semakin hebat… Tutup dengan pelukan hangat, penuh kasih sayang

Silahkan dicoba untuk dibuktikan Metode yang simple dan efektif ini. Bila Anda merasa sharing artikel ini bermanfaat, apalagi kalau Anda merasakan langsung manfaatnya ( terbukti ), maukah Anda sampaikan dan beritahukan ke saudara ataupun teman-teman Anda ?

Thank U, Salam hangat, Hemmarata, Succes Coach

Related Articles

7 Comments

  1. Bagus banget ini artikelnya………….pas banget…umur anak saya 10 dan 12 tahun, yang lagi cari jati diri……terima kasih……artikel ini buat referensi saya….untuk mendidik anak lebih baik lagi……..

  2. Semua artikel di SO memang hebat.
    Ada beberapa teman yang bermasalah dgn anaknya saya beri solusi baca artikel-artikel di SO, saya tak tau hasilnya tp setidaknya saya berharap mereka mau belajar menjadi ortu yg lebih baik. Impian saya jika seluruh orang tua bersekolah di SO atau paling tidak membaca artikel SO, saya optimis akan kemajuan bangsa ini dan di hari tua kita akan merasa aman dan damai. Terimakasaih atas semua ilmu yg telah dibagi.

  3. Terima kasih SO banyak membantu saya berfikir lebih baik untuk anak saya dan keluarga saya, terimakasih atas semua ilmu yang dibagikan. Allah yang Balas ………Amin

  4. Terimakasih, sangat inspiratif u/ mmbangun strong family menuju generasi berpribadi kuAt menyongsong InDonesia kuat

Back to top button