“Bagaimana tidak keterlaluan anak saya ini pak ?! Saya sudah menyekolahkan dia ke Singapura dan semua fasilitas sudah saya sediakan, tapi…apa nyatanya ? Saya tidak minta ke dia yang muluk-muluk, harapan saya supaya ia bisa sukses, berhasil menjadi orang yang terpandang. Namun semua harapan itu lenyap kalo melihat dia seperti sekarang ini. Sia-sia saya mengirim dia ke Singapura sejak kecil.” Cuplikan kasus diatas adalah sebagian kecil keluhan selama 2 jam, seorang ibu yang menterapikan anaknya ke tempat saya. Ini adalah fenomena umum yang sering terjadi dalam sebuah keluarga yang terapi ke tempat kami dan jumlahnya sudah ratusan. Seringkali banyak orangtua menaruh harapan yang tinggi pada anak mereka tanpa melibatkan anak itu sendiri. Dengan bungkusan alasan “Kan’ semua demi masa depan anak, demi kesuksesan anak.” Apakah benar demi anak ? Apa bukan memenuhi ego kita ? Padahal makna sukses bagi setiap orang berbeda-beda, tak terkecuali anak kita. Masalah kebanyakan orangtua adalah selalu merasa lebih tahu mengenai yang terbaik untuk anak kita daripada anak itu sendiri. Dengan dalih, kita lebih berpengalaman karena usia kita lebih tua dibandingkan anak kita yang umurnya masih bisa dihitung dengan jari tangan dan kaki. Kita lupa, setiap manusia diciptakan unik. Kita masing-masing memiliki kelebihan, kekurangan dan potensi sendiri. Pengalaman adalah guru, itu benar tapi tidak semua pengalaman kita cocok dengan kondisi anak kita. Pengalaman tidak selalu menjadi guru yang terbaik. Pada kasus di atas, saat kami ngobrol di dalam ruang terapi, Roy ( bukan nama sebenarnya ) justru ia merasa hal yang berbeda dengan pemikiran orangtuanya. Saat ia dikirim ke Singapura, justru ia mengalami TEKANAN HIDUP yang LUAR BIASA !!! Roy sebenarnya tidak siap dilepas untuk hidup mandiri tanpa orangtua. Setiap hari ia menangis namun orangtuanya selalu hanya memberi nasihat dan mendorong ia untuk tetap bertahan. Orangtuanya berdalih bahwa hal itu hanya sementara, nanti toh akan terbiasa (inilah nasihat klasik yang sering orangtua lontarkan saat mereka ingin agar anaknya bisa memenuhi harapannya.) Yang terjadi kemudian, Roy diusianya ke 18 ditarik pulang dengan kondisi sudah hancur mentalnya. Orangtuanya masih beranggapan bahwa Roy menjadi seperti ini karena kesalahannya sendiri. Apakah masalahnya selesai saat Roy ditarik pulang ??? TIDAK !!! Masalah menjadi lebih parah, karena kemudian ia terlibat penggunaan obat penenang sampai akhirnya harus masuk program rehabilitasi. Inikah yang dinamakan MENYAYANGI DAN MEMPERHATIKAN ANAK ??? Kalau seperti ini, mungkin lebih baik tidak menyayangi dan memperhatikan anak. Lho kenapa ? Anda penasaran ? Mari kita mencermati kalimat “Saya menyayangi dan memperhatikan anakku”. Siapa yang menjadi subjek atau fokus utama dalam kalimat itu ? Ya, saya. Saya sebagai orangtua. Sedangkan anak hanyalah sebagai objek atau penerima dari rasa sayang dan perhatian itu. Kata “Menyayangi dan Memperhatikan“ lebih mengandung makna sesungguhnya demi kepentingan kita. Jadi kita perlu berhati-hati karena ada kemungkinan cara/gaya kita mencintai anak kita tidak sesuai dengan kebutuhan anak kita. Padahal keinginan kita yang sesungguhnya adalah membuat anak merasa disayangi dan diperhatikan bukan ? Jadi kalimat yang lebih tepat adalah “ Anak-anak perlu MERASA DISAYANGI DAN DIPERHATIKAN oleh kita, orangtua“ . Di sini anak-anak adalah subyeknya. Jadi menyayangi dan memperhatikan anak dapat menyebabkan kita terjebak pada keinginan kita untuk mencurahkan kasih sayang itu tapi tidak memperhatikan apakah curahan kasih itu telah tepat guna atau belum. Apalah guna kita menyayangi anak tapi ia tidak merasa disayang . Jadi yang terpenting adalah bagaimana membuat anak itu merasa disayangi oleh kita. Selama ini kebanyakan orangtua mengatakan hal sebagai berikut, “Pokoknya, saya sudah merasa menyayangi dan memperhatikan, tidak peduli mereka merasa atau tidak “, sama artinya kita memposisikan anak kita sebagai obyek ego kita, bukan sebagai seseorang yang penting yang perlu kita cari tahu cara untuk membuat dia merasa disayang. Karena itulah, kenapa banyak orangtua mengeluh,”Kenapa ya ? Anak saya merasa bahwa saya belum menyayangi mereka dengan optimal ?”. Demikian pula anak-anak juga mengeluhkan orangtuanya bahwa mereka tidak merasa telah disayangi oleh orangtua mereka. Jika kita mampu menjadikan anak kita sebagai subjek (fokus utama) yang perlu disayangi maka kita akan mencari tahu cara-cara dan hal-hal yang dapat membuat ia merasa dicintai dan diperhatikan. Jika kita merasa bahwa kita telah menyayangi dan memperhatikan anak ada kemungkinan kita mencintai dan menyayangi anak dengan cara/gaya kita (yang belum tentu cocok dengan gaya anak kita). Dengan kata lain anak hanyalah sebagai pihak objek/pasif yang menerima curahan kasih sayang. Karena siapa sih yang mau jadi obyek ? Dulu, kita adalah obyek binaan orangtua, orangtua kita adalah obyek binaan kakek / nenek kita dan seterusnya dan seterusnya. Kita sekarang tanpa sadar melakukannya pada anak-anak kita ( pembalasan nih ye ! ), betul ? Menjadi objek sama seperti sebuah boneka yang selalu mendapatkan curahan kasih sayang dari pemiliknya. Boneka itu selalu dibawa kemana-mana, dimandiin, diberi baju, diajak main. Tapi apakah itu kebutuhan dari si boneka ? Apakah boneka merasa bahagia ? Jika si pemilik proaktif dan si boneka dapat bicara maka si pemilik perlu memperlakukan si boneka sebagai subjek dengan memperhatikan atau menanyakan hal-hal yang dapat membuat boneka itu bahagia. Jadi mana yang lebih penting, mencintai /memperhatikan anak atau anak merasa dicintai dan diperhatikan oleh kita ? Tentunya dicintai dan diperhatikan oleh kita. Mari kita telusuri kembali pemahaman dan tujuan kita membangun keluarga, untuk mencapai kebahagian bukan ?. Kebahagiaan bisa tercipta ketika ada cinta dan perhatian. Berikut ini adalah tips instan untuk mengetahui apakah anda sudah mencintai dan menyayangi anak anda. Tanyakanlah kepada buah hati anda pertanyaan berikut ini, pertama,”Apakah ia sudah merasa dicintai dan disayangi oleh Anda”. Kedua, “Kapan saat kamu merasa sangat disayang dan dicintai oleh mama dan papa”. Atau “Apa yang perlu kami lakukan agar kamu merasa dicintai dan disayangi oleh mama dan papa ?”. Cara lain yang dapat membantu Anda untuk membuat anak merasa disayang dan dicintai adalah BELAJAR mengenai pengasuhan !. Anda dapat belajar pengasuhan melalui program-program yang telah dirancang dengan cermat oleh Tim Sekolah Orangtua untuk membantu orangtua menjalin kedekatan emosi dengan anak-anak mereka. Salah satu program yang dapat diikuti adalah Super Family Class dan Super Parenting. Namun jika anda memiliki keterbatasan waktu maka Sekolah Orangtua juga menyediakan sarana pembelajaran yang dapat bapak dan ibu pelajari dari rumah. Khusus untuk membantu menjalin kedekatan emosi dengan anak, terdapat CD audio Tangki Cinta atau teknik berkomunikasi dengan anak. Silahkan memilih program ataupun produk sekolah orangtua yang paling cocok dengan gaya anda. Salam hangat, Hemmarata, C Ht ( Family Hypnotherapist & Certified Trainer Sekolah Orangtua )
salam saya no komen cuma ingin bertanya program ini kenapa tidak diadakan di malaysia? saya amat berminat untuk menghadiri program seperti itu.
wasssalam
Rencana kami Go Internasional pasti sudah ada, kami masih mempersiapkan segalanya.
Sering-sering buka website kami ya informasi ter-update sekolahorangtua pasti ada di situ.
Salam Hangat,
cs@sekolahorangtua.com
terlambat glak yaaa…saya br buka situs ini….anak saya dah kls 6 ….. yg saya liat kalo disuruh belajar sepertinya susah sekali…..nangkep pelajaran d sekolah sich dia cepet ngertinya….tp kalo di suruh or d minta baca buku d rumah aduh…hrs perang dulu ama dia….kalo maain game…..waduh cepet kakinya tuk ngerjainnya……sy takut aja dia ntar jatuh nilai2nya…gak terlambatkan saya…..
Dear Vita,
Tentu saja Vita belum terlambat. Selama masih memiliki anak, pengasuhan yang baik perlu terus dilakukan.
Selamat mencoba.
Luar Biasa…..
Harusnya para orang tua membaca ini…. luar biasa…
kalo mau ikut sekolah orang tua ini dimana ya?
biayanya brp?
berapa lama?
mohon infonya ya
maturnuwun
mau tanya lagi
sebenarnya waktu masuk sd yang tepat itu umur berapa ya?
kalo anak sy lahir bln sepetember,sementara ajaran baru bulan juli jadi umur nya nanggung.gimana ya itu bu?terimakasih ya
To Mama Rama,
Jadwal terdekat Seminar Super Family Class yaitu di semarang tgl 13 & 14 Nop 2010 dan di surabaya tgl 27 & 28 Nop 2010,
Biayanya Single Rp 2.500.000,-, Couple Rp 4.000.000,-
Dari jam 08.00 – 17.00 (2 hari)
Buruan daftar melalui website kami https://www.sekolahorangtua.com atau by sms 081 980 7601 karena peserta jumlahnya terbatas.
Salam Hangat,
cs@sekolahorangtua.com
saya adalah single parent dari 2 anak,punya masalah anak pertama saya yg klas 6 SD,cenderung jadi anak yg pemurung,pediam, menarik diri dari pergaulan disekitar, dan tidak ada semangat bwt blajar..,padahal sebentar lagi mau ulangan akhir..tentu saja sbagai orang tua saya sedih sekali, saya ingin anak saya menemukan keceriaan &semangatnya lagi.rasanya ingin sekali saya bisa ada slalu bwt mereka, tapi apa dikata.., disini saya adalah seorang ibu yg pnya tugas mencari nafkah bwt khdpn kami. sungguh.. saya ingin memberikan yg terbaik bwt anak” saya.tapi mungkin dengan keterbatasan saya.sbagai orangtua mungkin saya msh perlu banyak sekali blajar tentang cara pendekatan pada anak korban brokenhome seperti anak saya.Tolong kasih saya solusi yg tepat Bu..,
Halo Ibu Dea,
Murung, menjadi pendiam, menurunnya semangat belajar adalah masalah yang disebabkan oleh adanya hambatan emosi.
Karena ini hambatan emosi maka bisa dicari akar masalahnya. Dari kondisi rumah tangga ibu yang ibu sampaikan, boleh jadi
menjadi sebab dari munculnya hambatan emosi pada anak ibu.
Ada 3 Kebutuhan Dasar yang penting ibu berikan kepada anak ibu, yaitu:
1. Rasa Aman
2. Cinta tanpa syarat
3. Otoritas diri
Membaca kondisi anak ibu, hampir bisa dipastikan kebutuhannya akan 3 hal itu harus banyak diperhatikan dan ditambah.
Maaf, kasus perceraian biasanya mengakibatkan anak merasa kurang aman emosinya, ia juga merasa orangtuanya tidak
mencintainya, buktinya perceraian. Dan ia juga merasa perasaannya tidak diakui oleh kedua orangtuanya, inilah hal2 yang menyebabkan masalah yang terjadi pada perasaan anak ibu.
Memenuhi 3 Kebutuhan Dasar pada anak sebaiknya dilihat dari sisi anak itu, bukan dari sisi orangtua semata, contoh :
Hanya sudah merasa menemani atau memenuhi kebutuhan fisiknya bukan berarti kita sudah mencintai anak, selama anak
tidak merasa terpenuhi kebutuhan dasarnya.
Kalau kita mau benar-benar mencintai anak, maka perhatikan :
1. Bangun relasi
2. Cari tahu apa kebutuhan emosinya yang masih harus ditambah ?
3. Berikankan dengan cara yang pas dengan anak ibu ? (sesuaikan dengan type nya)
Semua itu, bisa ibu dapatkan lengkap dan jelas di buku ” Rahasia Mendidik Anak Agar Sukses Dan Bahagia ” oleh Bpk. Ariesandi
Semoga sharing singkat ini bermanfaat dan ibu mendapat solusi yang tepat dengan harapan,
Salam hangat,
Hemmarata, C.Ht
sangat memotivasi untuk menjadi orangtua yang sebenarnya karena mengerti anaknya secara utuh., maaf kapan ya program parenting seminar tahun 2011 setelah bulan april di semarang atau sekitaranya mis kudus?
permisi…numpang iklan…sebagai salah satu program parent n anak juga…senang rasanya mau berkunjung ke blog saya…mungkin rekan2 berminat untuk mengikutinya…terimakasih
http://setyonugroho09.wordpress.com/2011/03/23/champion-teens/
I feel siatsifed after reading that one.