ArtikelParenting

Mendidik Anak Tanpa Kekerasan

trainingkids3.jpgSeringkali orangtua menanyakan ke saya “Anak saya ini kalau diomongin susah nurutnya, bagaimana sih caranya agar anak nurut dengan orangtua? Apa musti dipukul dulu baru nurut?”. Mendengar pertanyaan ini, seringkali saya jawab dengan singkat “Kenapa musti harus dengan kekerasan?”. Dan seringkali saya menceritakan kisah di bawah ini agar mereka mengerti apa maksudnya Mendidik Anak Tanpa Kekerasan.

Pada suatu hari Dr. Arun Gandhi, cucu Mahatma Gandhi, memberi ceramah di Universitas Puerto Rico. Ia menceritakan suatu kisah dalam hidupnya:

Waktu itu saya masih berusia 16 tahun dan tinggal bersama orangtua di sebuah lembaga yang didirikan oleh kakek saya, ditengah kebun tebu, 18 mil di luar kota Durban, Afrika Selatan. Kami tinggal jauh di pedalaman dan tidak memiliki tetangga. Tak heran bila saya dan dua saudara perempuan saya sangat senang bila ada kesempatan pergi ke kota untuk mengunjungi teman atau menonton bioskop.

Pada suatu saat, ayah meminta saya untuk mengantarkan beliau ke kota untuk menghadiri konferensi sehari penuh. Dan, saya sangat gembira dengan kesempatan itu. Tahu bahwa saya akan pergi ke kota, ibu memberikan daftar belanjaan yang ia perlukan. Selain itu, ayah juga meminta saya mengerjakan beberapa pekerjaan tertunda, seperti memperbaiki mobil di bengkel.

Pagi itu setiba di tempat konferensi, ayah berkata ”Ayah tunggu kau di sini jam 5 sore. Lalu kita akan pulang ke rumah bersama-sama.”

Segera saja saya menyelesaikan pekerja-pekerjaan yang diberikan oleh ayah dan ibu. Kemudian, saya pergi ke bioskop. Wah, saya benar-benar terpikat dengan dua permainan John Wayne sehingga lupa akan waktu. Begitu melihat jam menunjuk pukul 17.30, langsung saya berlari menuju bengkel mobil dan buru-buru menjemput ayah yang sudah menunggu saya. Saat itu sudah hampir pukul 18.00!!!

Dengan gelisah ayah menanyai saya ”Kenapa kau terlambat?”. Saya sangat malu untuk mengakui bahwa saya menonton bioskop sehingga saya menjawab, ”Tadi, mobilnya belum siap sehingga saya harus menunggu.”

Padahal, ternyata tanpa sepengetahuan saya, ayah telah menelepon bengkel mobil itu. Dan ayah tahu kalau saya berbohong. Lalu ayah berkata, ”Ada sesuatu yang salah dalam membesarkan engkau sehingga engkau tidak memiliki keberanian untuk menceritakan kebenaran pada ayah. Untuk menghukum kesalahan ayah ini, biarkanlah ayah pulang berjalan kaki best online casino sepanjang 18 mil dan memikirkannya baik-baik.”

Lalu dengan tetap mengenakan pakaian dan sepatunya, ayah mulai berjalan kaki pulang ke rumah. Padahal hari sudah gelap dan jalanan sama sekali tidak rata. Saya tidak bisa meninggalkan ayah, maka selama lima setengah jam, saya mengendarai mobil pelan-pelan di belakang beliau, melihat penderitaan yang dialami beliau hanya karena kebohongan bodoh yang saya lakukan.

Sejak itu saya tidak pernah berbohong lagi. Seringkali saya berpikir mengenai kejadian ini dan merasa heran. Seandainya ayah menghukum saya, sebagaimana kita menghukum anak-anak kita, maka apakah saya akan mendapat sebuah pelajaran mengenai mendidik tanpa kekerasan ? Kemungkinan saya akan menderita atas hukuman itu, menyadarinya sedikit dan melakukan hal yang sama lagi. Tetapi, hanya dengan satu tindakan tanpa kekerasan yang sangat luar biasa, sehingga saya merasa kejadian itu baru terasa kemarin. Itulah kekuatan bertindak tanpa kekerasan.

Ketika kita berhasil menancapkan suatu pesan yang sangat kuat di bawah sadar seorang anak maka informasi itu akan langsung mempengaruhi perilakunya. Itulah salah satu bentuk hypnosis yang sangat kuat. Apakah hal sebaliknya bisa terjadi? Ya bisa saja! Oleh karena itu kita perlu keyakinan penuh dalam melakukannya sehingga hasil positif yang kita inginkan pasti tercapai. Hal ini memerlukan pemikiran yang mendalam dan kesadaran diri yang kuat dan terlatih. Janganlah bertindak karena reaksi spontan belaka dan kemudian menyesal setelah melakukannya.

Jika kita mau berpikir sedikit ke belakang ke masa di mana anak-anak kita masih kecil sekali maka di masa itulah semua ”bibit” perilaku dan sikap ditanamkan. ”Bibit” perilaku dan sikap inilah yang kelak akan mewarnai kehidupan remaja dan dewasanya. Siapakah yang menanamkan ”bibit” perilaku dan sikap itu untuk pertama kalinya? Ya anda pasti sudah tahu jawabnya, kitalah orangtua yang menanamkan segala macam ”bibit” perilaku dan sikap itu.

Bagaimana jika sebagian besar waktu anak dihabiskan dengan pengasuhnya (baby sitter)? Ya berdoalah semoga pengasuh anak anda mempunyai pemikiran bijaksana dan bisa mempengaruhi anak anda secara positif. Berharaplah pengasuh anak (baby sitter) anda mengerti cara kerja pikiran dan mengerti bagaimana bersikap, berucap dan bertindak dengan baik agar anak anda memperoleh ”bibit” sikap dan perilaku yang baik.

Seseorang bisa menjadi baik atau buruk pasti karena sesuatu ”sebab”. Perilaku, ucapan sikap, dan pikiran yang baik atau buruk hanyalah suatu rentetan ”akibat” dari suatu ”sebab” yang telah ditanamkan terlebih dahulu. Mungkinkah terjadi ”akibat” tanpa ”sebab”? Mungkinkah anak kita berbohong tanpa sebab, mungkinkah anak kita ”nakal” tanpa sebab, mungkinkah anak kita rewel tanpa sebab? Sebagai orangtua kita wajib mencari tahu apa penyebabnya. Tidaklah pantas sebagai orangtua kita langsung bereaksi spontan begitu saja tanpa memikirkan apa yang baru saja kita perbuat. Bukankah ini akan memberi contoh baru bagi anak kita tentang bagaimana bertindak dan bersikap?

Sewaktu kita mempunyai anak maka kita menjadi orangtua, tetapi kita tidak pernah punya pengalaman menjadi orangtua. Kita mempunyai pengalaman menjadi anak. Jadi kita harus mendidik diri kita sendiri dengan belajar dari anak-anak. Bukan belajar dari apa yang dilakukan orangtua pada kita. Ingatlah perasaan sewaktu kita masih menjadi anak-anak. Amati mereka dan tanggapilah dengan penuh perhatian apa yang mereka inginkan. Pengharapan, perlakuan dan pengakuan seperti apa yang kita inginkan dari orangtua yang tidak pernah terpenuhi?

Perlakukan anak-anak seperti kita ingin diperlakukan! Jangan perlakukan anak-anak seperti apa yang dilakukan orangtua pada kita.

Wish you become the best parents in the world !

Ariesandi dan Sukarto

Related Articles

74 Comments

  1. “Perlakukan anak-anak seperti kita ingin diperlakukan ! Jangan perlakukan anak-anak seperti apa yang dilakukan orangtua pada kita.”

    what can i say….??? keren abis

  2. Jika kita mau berpikir sedikit ke belakang ke masa di mana anak-anak kita masih kecil sekali maka di masa itulah semua ”bibit” perilaku dan sikap ditanamkan. ”Bibit” perilaku dan sikap inilah yang kelak akan mewarnai kehidupan remaja dan dewasanya. Siapakah yang menanamkan ”bibit” perilaku dan sikap itu untuk pertama kalinya ? Ya anda pasti sudah tahu jawabnya, kitalah orangtua yang menanamkan segala macam ”bibit” perilaku dan sikap itu.

    Semoga kita semua dapat menjadi penanam bibirt yg baik…

  3. Itu dia kuncinya.., padahal dulu waktu kita kecil banyak “what if” di kepala kita, ttg harapan perlakuan ortu pada kita. So…knapa stelah jadi ortu kita malah lupa “harapan2” itu??

    Thanks to remind, Pak Ariesandi.

  4. Selamat malam Pak Ariesandi, artikel ini sangat membantu saya. Saya pernah memarahi anak saya yang pertama saat belajar, dan saya sangat kaget ketika tadi siang saya minta bantuan anak saya untuk membantu adiknya menyelesaikan PR mandarin, ia memarahi adiknya persis seperti yang saya lakukan terhadapnya dulu. Yang ingin saya tanyakan bagaimana cara agar anak saya tidak mencontoh apa yang pernah dulu saya lakukana Saya mohon jawabab dari bapak. terimakasih

  5. Dear Ibu Susanti
    Pertama kali Ibu perlu mengubah sikap Ibu dalam menangani anak. Jangan ulangi lagi cara seperti yang dulu. Setelah itu Ibu bisa lakukan nasihat pada anak Ibu agar mengubah sikapnya terhadap sang adik. Jadi yang paling penting adalah Ibu mencontohkan sikap yang baik terlebih dahulu pada anak setelah itu baru bisa berharap ia jadi baik. “It is better to build chhildren than repair adults, so be sure to build the best one”
    Kontrol diri dari Ibu sangat diperlukan dalam hal ini. Saya dengan istri pun mengalami hal yang sama. Jadi kami bertekad untuk saling mendukung satu sama lain, mengingat kita dibesarkan dengan cara-cara yang tidak tepat walaupun dengan maksud baik. Jadi sekarang kita lah yang harus mengubah diri kita lebih dahulu.
    Cara lain yang bisa Ibu lakukan untuk membantu anak berubah adalah dengan Hypno-sleep yang telah saya tulis detailnya di buku Hypnoparenting (bisa didapatkan di TB Gramedia).
    Jika Ibu ingin belajar lebih lanjut tentang cara mendidik anak yang sistematis Ibu bisa bergabung di Parents Club
    salam hangat dari team Hypnoparenting.
    ariesandi s.

  6. Terimakasih atas jawabannya.Saya juga baru bergabung di Parents Club setelah saya mengikuti seminar tgl 01 Sept di Jakarta.

  7. Terima kasih artikelnya pak Ariesandi. Memang sebagai orang tua kita harus sabar, kalau kita tidak sabar maka yang keluar dari mulut kita hanya bentakan2 kepada anak kita. Kita sebagai orang tua maunya yang terbaik dan cepat, lupa akan proses perkembangan anak.

  8. Terima kasih banyak atas artikel yang sangat luar biasa, Pak Ariesandi dan Pak Sukarto.
    Ingin sekali rasanya saya menyebar luaskan artiel tsb kepada seluruh masyarakat Indonesia agar semua orang tua sadar akan bagaimana cara mendidik anak-anak dengan baik.

  9. Arti kekerasan sebenarnya bukan hanya kekerasan fisik, tapi juga secara psikologis. Intinya adalah didik mereka dengan hati, jangan pernah menyakiti hati maupun jasmani mereka.

  10. Terima kasih artikel mengenai mendidik anak. Terus terang saya adaproblem dalam mendidik anak.Kadang secara teori ingat bahwa dengan kekerasan tidak baik. Tapi susah pada prakteknya. Anak saya dilembutinjuga kadang tidak mempan. SAya masih perlu info mengenai mendidik anak untuk perbaikan relasi ibu dan anak Tks

  11. Suami saya terlahir dg latar belakang keluarga ayahnya seorang tentara, pengalaman sang ayah mendidik ala militer terkenang sampai sekarang,
    beberapa hal positif diterapkan oleh suami saya ttng disiplin.

    Suatu hari dihari sabtu sore,ke-3 anak laki-laki saya mengikuti jadwal les renang,selesai dg pelatihnya mereka dapat bermain-main sesuka hati mereka. Suami merasa waktu bermain mereka sudah cukup lama dan mengajak untuk pulang,tetapi mereka menawar 10 menit lagi,dg bijak suami mengikuti
    keinginan anak-anak menunggu 10 menit lagi, selesai 10 menit mereka tidak juga beranjak untuk selesai,dg santai suami mengumpulkan pakaian renang mereka dan tanpa sepengetahuan anak-anak,suami saya pulang.

    Hati saya sempat cemas,dg apa mereka pulang dan bagaimana pakaian mereka nanti, karena anak saya yang terkecil berusia 6 tahun.(setelah mendapat penjelasan dari suami resiko terburuk dari keputusannya kecil,hati saya menjadi tenang) 15 menit setelah suami saya datang,anak-anak pulang dg ojek dan bertelanjang dada tanpa nada marah dan kesal suami mengatakan dg bijak dan sayang:

    apabila mereka tidak disiplin mereka tidak akan mendapatkan kesenangan tetapi sebaliknya yang mereka dapatkan penderitaan dan kesusahan

    Ternyata cara suami mendidik anak seperti itu berkesan untuk mereka,semenjak itu mereka belajar berkomitmen dg apa yang mereka katakan.

    Terimakasih HypnoParenting senang mendapat informasi tentang hal seperti ini.

  12. Di sini saya memdapat pelajaran bahwa kekeliruan atau kesalahan yang dilakukan oleh anak harusnya orang tua mengoreksi apa cara mendidik anak kita
    sudah benar,semoga saya bisa mendidik anak dengan
    ilmu pengetahuan dan tanpa kekerasan .

  13. Artikel yang sangat bagus,menyadarkan saya karena sering memarahi anak kalau ketika tidak mau makan dan tidur siang.mudah2an saya belum terlambat untuk memperbaikinya.

  14. Artikel seperti ini sangat saya butuhkan untuk menambah wawasan dalam mendidik anak saya, dan sebagai orangtua juga saya dituntut juga untuk belaja memahami & memperhatikan apa yang menjadi kebutuhkan anak saya.

  15. Pak Aries,
    Dari cerita diatas apakah si Anak tidak merasa “Gara-gara saya ayah jadi menderita” yang membuat anak merasa sangat bersalah dan menyalahkan diri sendiri yang berkelanjutan.
    Mohon jawabannya pak, terima kasih.

  16. Begitu bijaksananya orang tua seperti itu, dia tidak menyalahkan si anak tapi dia menyalahkan diri nya sendiri yang tidak mengajarkan anaknya untuk berkata jujur. tanggapan saya bahwa si anah harus sering kita ajak diskusi dan atau sering kita menanyakan tentang kegiatan dia sehari-hari, ini bisa lebih mendekatkan kita sebagai orang tua kepada anak, anggap anak sebagai teman yang bisa diajak diskusi dan teman ngobrol. sehingga anak tidak canggung. banyak dari orang tua sekarang sibuk dengan karir tanpa memikirkan perkembangan si anak. alangkah berdosanya kita ketika anak kita sudah tidak lagi mendengar perkataan orang tua.
    yuk didik anak sesuai dengan perkembangan jaman dan tuntunan agama !!!!!

  17. Saya sangat berterimakasih atas kiriman artikel2 tentang mendidik anak. Saya masih sangat perlu saran-sarannya tentang mendidik anak tanpa kekerasan. Karena selama ini saya masih kurang bisa menahan diri untuk tidak membentak kepada anak pada saat mereka rewel terutama anak yang berusia 4 tahun. Saya selalu merasa sangat menyesal setelah melakukannya. Namun kadang2 anak usia 4 tahun menjadi sangat amat rewel pada saat2 kita hanya punya waktu yang amat terbatas untuk berlaku lembut, misalnya akan berangkat kerja, padahal kita juga harus melayani anak yang lain untuk berangkat sekolah. Bujukan yang bagaimanakah yang harus saya lakukan agar efisien dan efektif. Anak2 saya yang 4 tahun selalu ingin memonopoli perhatian saya pada saat saya didekatnya, tidak akan mengijinkan saya untuk melakukan hal lain. Hal ini yang sering memicu kemarahan saya. mohon sarannnya.

  18. saya sangat setuju dgn artikel ini,tetapi saya mohon arahan bapak bagaimana cara mendidik anak saya(batita)yang tidak menggubris panggilan saya.Padahal saya dan suami tidak bosan-bosannya mengajarkan (menjawab bila dipanggil). Dan akhirnya saya jadi senewen sendiri(karena saya memanggil anak saya dengan nada yang lembut dan panggilan sayang hingga akhirnya kesabaran saya habis(kalo dihitung bisa 15 bahkan lebih panggilan))terimakasih sebelumny atas saran dari bapak.

  19. Dear paskalina,
    Apapun mungkin terjadi. Karena itu untuk bisa melakukan seperti itu diperlukan kesadaran diri dan wawasan yang luas untuk mempertimbangkan segala resiko di depan. Jika telah mantap barulah melakukannya. Itulah susahnya parenting. Tidak ada yang eksak / pasti untuk setiap kasus. Kita benar-benar perlu kebijaksanaan dalam menghadapi setiap peristiwa.
    salam hangat dari team sekolahorangtua.com

  20. dear ade,
    Coba kalau memanggil biasakan mendekat sambil memegang bahunya atau bahkan memegang dagunya dengan lembut untuk diarahkan ke arah anda.
    Salam hangat dari team sekolahorangtua.com

  21. dear Ibu Linda,
    untuk memahami permasalahan tersebut kita harus mengetahui Tangki Cinta seorang anak dan cara mengisinya dengan bahasa cinta yang tepat. Jika tangki cinta seorang anak penuh maka ia akan bersikap baik dan mudah diajak kerjasama (diatur). SAtu kabar baik bagi Ibu bahwa materi tentang Tangki Cinta sudah bisa didapatkan DVD nya.
    salam hangat dari team sekolahorangtua.com

  22. dear Ibu anna,
    untuk memahami permasalahan tersebut kita harus mengetahui Tangki Cinta seorang anak dan cara mengisinya dengan bahasa cinta yang tepat. Jika tangki cinta seorang anak penuh maka ia akan bersikap baik dan mudah diajak kerjasama (diatur). SAtu kabar baik bagi Ibu bahwa materi tentang Tangki Cinta sudah bisa didapatkan DVD nya.
    salam hangat dari team sekolahorangtua.com

  23. Rasanya ingin bisa sesempurna sekilas cerita tsb, tapi kadang saya sulit sekali memahami apa yg anak saya inginkan (2 thaun)sehingga di menjadi marah2 dan saya ingin sekali bisa mendidiknya tanpa kekerasan….

    Apa yg harus saya lakukan????

  24. dear uly,
    jika Anda tanya “apa yang harus saya lakukan?” maka jawabannya bisa sangat panjang sekali dan berhari-hari.
    Mungkin langkah pertama yang bisa Anda tempuh adalah menyadari dulu posisi anda sekarang. Ini bisa dibantu dengan DVD Rahasia Menjadi Orangtua Efektif dan CD terapi untuk menetralisir muatan emosi negatif yang tersisa yang bisa anda dapatkan melalui web https://www.sekolahorangtua.com

    salam hangat dari team SekolahOrangtua

  25. Putra saya (7 th) sering malas mandi pagi. Kakaknya hampir selalu marah2 karena sering nyaris telat sekolah gara-gara nungguin dia. Biasanya saya mengomel dan berakhir dengan tangisannya. Atau saya saya paksa dia mandi, dan saya bantu pakai baju dengan kasar. STOP KEKERASAN. Akhirnya kami bikin komitmen, besok pagi harus lebih sigap agar tidak rugi dan merugikan kakak. Ternyata malasnya terulang lagi, dengan berat hati saya cuekin dia, walau dia sengaja tidur-tiduran di depan saya. Akhirnya dia terlambat dan ditinggalkan kakaknya sekolah. Hari itu sengaja saya matikan meteran listrik hingga diapun tak bisa main game. Keesokan harinya, dia yang paling duluan mandi dan bersiap ke sekolah. Mudah-mudahan tetap seperti tu.

  26. Saya anggota dari parents club Semarang.Dengan informasi tambahan yang diberikan akan menambah wawasan dalam mendidik anak tanpa kekerasan terhadap anak-anak kami. Tapi pak Ariesandi, kadang-kadang saya masih suka lepas kontrol dalam hal memarahi anak,walaupun pada saat itu sebenarnya saya tahu apa yang saya lakukan itu tidak benar.Contohnya memberi pukulan ringan dipantat atau kaki si anak (hal ini saya lakukan kalau yang dilakukan sudah keterlaluan,contoh pada saat makan sesuatu,si anak membuang makanan dengan sengaja atau mencecer-cecerkan makanan dilantai. padahal sebelumnya makanan tersebut sebelumnya juga dimakan).Apakah tindakan saya ini diperbolehkan pak? Hal ini saya lakukan untuk memberi efek jera pada si anak.Terimakasih untuk masukannya.Thaks untuk informasi ini,

  27. dear ibu Erma,
    Satu hal yang penting adalah Ibu jangan memiliki rasa bersalah yang terlalu dalam, apalgi kalau kita sampai dikendalikan rasa bersalah tersebut. Dalam kadar ringan rasa bersalah memacu kita untuk bertumbuh lebih baik. Tapi kalau terlalu banyak maka akan merugikan kita sendiri dan anak2 kita.
    Saya bisa memahami apa yang Ibu rasakan. . Kita semua dibesarkan dengan suatu pola tertentu selama sekian tahun atau bahkan puluhan tahun menjalani suatu perubahan kebiasaan bukanlah suatu hal semudah membalik telapak tangan. Saya dan istri menjalani tahun2 perubahan itu dengan sangat menyakitkan. Kami saling mengingatkan untuk bertumbuh dan berkembang. Yang penting niat Ibu untuk membantu anak2 tumbuh berkembang tulus ikhlas lahir batin maka efek negatif dari perlakuan kita akan sedikit ternetralisir.
    silakan dengarkan CD terapi untuk mengatasi emosi negatif orangtua saat mendidik anak untuk meningkatkan kesadaran diri kita sendiri.
    Salam hangat dari team sekolahorangtua.com

  28. Dear P’ Ariesandi,
    terima kasih atas info2nya, saya bersyukur bisa selalu mendapatkan info2 yang berguna dari bapak. saya sering sekali panik dan tidak sabar bila menghadapi anak2 saya ( 5th & 8 th ), sekali lagi terima kasih atas info2nya yang cool abizz. semoga team sekolahorangtua.com tetap jaya dan bisa menjadi berkat buat setiap orang tua. saya nantikan info2 lainnya.

  29. Bagaimana cara mendidik anak tanpa kekerasan kalau anak yang kita didik ini masih berumur 2-3 tahun dimana anak tersebut sedikit aktive dan pintar ?

    Contohnya anak saya, berbagai macam alasan dapat dia kemukakan dan bahkan sulit sekali untuk melarang sesuatu yang menurut saya bahaya untuk dia dikala dia bermain.

    Setiap kali habis dipukul, baru dia mengerti kalau itu tidak boleh dan kadang2 rasa penasaran dia terhadap larangan itu makin menjadi.
    Dari cerita diatas, anak tersebut bisa mengerti dan menjadi sadar karena dia sudah dewasa, sehingga dapat mencerna kondisi yang ada. Tapi kalau anak 2-3 tahun, ngomong aja masih susah, kenakalannya apakah harus dihadapi tanpa kekerasan sampai dia celaka ? atau perlakuan yang tidak sopan seperti setiap makan kakinya ditaruh diatas meja, atau makan banyak aturan, tapi kalau dipaksa sebetulnya dia bisa makan dengan baik.

    Atau bahkan belajar, setiap kali diajarkan anak saya bisa beralasan ” aku capek, pegang pensil capek .. papi / mami saja yang coloring … ” …..

    Tapi kalau main tidak pernah mengenal capek ..

    Herannya, kalau dipukul, dia akan melakukan semuanya sampai selesai. ..

    Please advicenya.

    Thanks.

  30. dear Yohanes,
    Terima kasih atas pertanyaannya.
    Anak umur 2-3 tahun memasuki masa tanam. Artinya pada masa inilah kita menanamkan benih-benih perilaku dan sikap baik.
    Karena pada masa ini anak menyerap dengan sangat luar biasa kita harus berhati-hati dan berpikir panjang kalau hendak melakukan sesuatu. Kita harus cermat memeriksa input apa yang masuk ke anak kita dan kemungkinan masuknya input dari mana saja yang bisa mempengaruhi anak kita.
    Jika dia bisa bilang kata ‘capek’ tentu ada yang dicontoh, kalau tidak dapat dari mana?
    apakah bisa mendidik tanpa kekerasan? Jawabnya bisa. Saya ingin bisa menjelaskan di sini namun akan terlalu panjang. Bisa jadi 1 buku sendiri nantinya. Intinya kita harus memahami gaya belajar anak, tipe kepribadian anak, fase perkembangan anak dan cara2 pendisiplinan yang tidak merusak harga diri anak. Semua ini bisa diakses melalui program Parents Club yang materinya dikirimkan tiap bulan ke rumah berupa DVD/VCD/CD. Informasi lebih lanjut silakan klik Parents Club di web SekolahOrangtua.com
    Salam hangat

  31. terimakasih atas kirimaan news letter:mendidik tanpa kekerasan,perlu diketahui saya bekerja sbg baby sitter,di satu kel. org america(krn saya ada di america).dan sangat berguna sekali bagi saya mencoba mengikuti ajaran yg saya dapat dari bacaan diatas,krn kadang saya agak kurang sabar,krn cara org tua mereka dlm mendidik anak sangat berbeda dng cara org asia dlm mendidik anak.terima kasih.

  32. Dalam keluarga, anak adalah suatu bagian penting yang sangat kita harapkan keberadaannya. Sudah sepantasnya kita memperlakukan mereka sebaik-baiknya sesuai tahap kemampuannya supaya nantinya mereka menjadi “orang”. Perkembangan mereka yang kadang-kadang menjengkelkan haruslah kita hadapi lebih bijak mengingat bahwa kita mestinya lebih mampu mengendalikan diri. Kekerasan bagaimanapun bukanlah solusi yang baik dalam kehidupan ini.

  33. sungguh menarik sekali. Saya ingin sekali selalu berpedoman pada TANPA KEKERASAN. Tapi saya tinggal dengan mertua yang punya prinsip yg berbeda dlm mendidik anak, apalagi mengidap hipertensi. beliau langsung naik darah kalau anak saya berteriak(entah bermain ataupun lagi tantrum)dan menangis. Pasti akan main tangan dan membentak2. Bagaimana nih?

  34. Setujuuuuuu….oke…bila dapat diterapkan tidak hanya kita sebagi orang tua yang belajar untuk bersabar dalam mendidik anak namun anak pasti juga akan lebih menghormati kita……saya akan coba mumpung anakku masih kecil……..makasih….

  35. Thanks Pak atas penjelasannya. Soalnya saya adalah salah satu orang tua yang suka emosian kalau anak saya sudah nggak mempan lagi dikasih tahu dengan kata2 doang. Jadi saya dan suami kadang suka lepas kontrol. Nggak sadar kalau sudah gemes tangan ini maunya nyubit atau mukul. Anak saya yang pertama umur 7 tahun kelas 2 SD. Adik2nya satu umur 2 thn dan satu lagi umur 5 bulan. Apa yang harus kami lakukan supaya tidak melakukan kekerasan terhadap anak? Sementara anak saya ini (yang SD) pinter sekali memberi jawaban kalau ditanya mengapa dia membuat suatu kesalahan. Dan terkadang suka mengulang-ulang kesalahan yang sama. Apa karena dia minta diperhatikan lebih dari adik2nya ya? Soalnya selama ini perhatian kami hanya terfokus pada dia sebelum ada adik baru.

    Mohon advicenya.

  36. Artikelnya luar biasa…setelah baca artikel ini ingin rasanya menebus keasalah yg lalu yg sudah saya lakukan dalam mendidik anak…belajar ilmu pasti jauh lebih mudah ketimbang belajar jadi orang tua yang baik dan bijaksana…

    salam….

  37. Kisahnya Arun Ghandi ini benar-benar menginspirasi saya.semoga kita semua terlindung dari mendidik anak-anak kita dengan kekerasan.
    dan menjdi orang tua yang bahagia

  38. stuju…….
    anak itu bukan pembantu yang bisa kita suruh2
    mereka juga punya hak untuk berkembang tanpa kekerasan….
    kita sebagai orang tua yang bijak harus dapat membantu mereka untuk membentuk karakter mereka yang baik….

  39. Luar Biasa bagus artikel-artikelnya Pak Ariesandi, saya sangat menyukainya sehingga memunculkan ide-ide kreatif saya untuk mendidik anak. Segala perilaku orang tua merupakan suatu program yang diinstallkan ke otak anak, sehingga akan mempengaruhi kecerdasan anak baik kecerdasan emosial maupun spiritual.
    Terimakasih, saya tunggu email artikel berikutnya.
    Slamet

  40. Saya setuju banget dengan artikel Bpk,STOP KEKERASAN .saya sangat senang sebagai orang tua mendapat tambahan pengetahuan tentang mendidik anak.Terimakasih..

    Salam Metta,

    Gede

  41. semakin banyak artikel yang bapak kirim semakin banyak yang tidak saya tidak tau ingin seperti itu tapi kadang saya kehabisan ide untuk tanpa kekerasan walaupun selama ini memang tanpa kekerasan. Terimakasih semoga Allah membarikan kesehatan buat kita semua amin.

  42. wow pak, cerita di atas sangat sangat menyentuh hati saya…dan membuat saya merasa kecil sekali dalam mendidik anak-anak saya. Cerita itu sangat sangat berkebalikan dengan apa yang saya lakukan jika anak-anak saya membaut suatu kesalahan yang pasti selalu saya menyalahkan dan memarahi mereka. Padahal biasanya tetp merek aulangi kesalahan yang sama itu. Btw, pak newsletter dari bapak saya posting di blog saya lho dan jika boleh tiap kali ada newsletter baru akan saya posting terus supaya para orang tua lain juga tahu dan mendapatkan pencerahan dalam mendidik putra putrinya. Mohon maaf tidak meminta ijin sebelumnya.

  43. terima kasih atas kiriman artikelnya, walaupun saya baru bergabung.
    mendidik anak tanpa kekerasan itu memang perlu kesabaran. mendidik anak usia dini berbeda dengan usia anak menginjak dewasa, dan ini memang perlu ekstra kesabaran. usia dini ibarat kertas putih, kalau ditulis dg tinta hitam jadilah hitam, bila biru jadilah biru. usia dini sangat cepat menerima apa yg dilihat dan didengar. jangan menjanjikan kepada anak kalau kita tidak bisa memenuhi janji tsb. jgn berkata bohong kepada anak karena anak akan meniru.
    teriama kasih atas artikelnya …
    salam dedy …

  44. Artikel yang bapak sajikan memberi pencerahan, untuk mendidik anak dengan lebih bijaksana tanpa menggurui apalagi dengan kekerasan.Saya dan suami harus belajar menerapkannya! Apalagi ke-2 anak kami sedang getol-getolnya bereksplorasi.Saya nantikan artikel berikutnya!

  45. Terimakasih atas artikelnya, saya sangat diberkati. Mendidik anak memang harus kontekstual yaitu sesuai dengan pola anak bukan pola orang tua kita dulu.

    Eslo

  46. Salam……..
    Saya sangat setuju dengan model pendidikan seperti yang ada pada tulisan anda.Karena memang benar anak kita akan menjadi apa,bagaimana karakternya kelak semua tergantung pada model pendidikan yang dia terima pada masa usia emas nya yaitu usia 0 – 7 thn pertama.Segala bentuk pendidikan dan perlakuan yang diterima anak pada usia emas tersebut akan menjadi pijakan kelak anak tersebut akan menjadi apa?Seperti kata Boby De Porter penulis buku quantum teaching yang dikenal dengan rumusnya 3 x 7 = anak ajaib.Itu artinya jika kita ingin punya anak sukses secara keseluruhan maka jangan pernah salah mendidik pada usia 7 tahun pertama dan ke dua karena pada 7 tahun ke tiganya dia akan menjadi anak seperti yang diharapkan orang tuanya.
    Thanks a lot……

  47. Senang bisa menemukan website ini. Ide yang sangat bagus ttg parenting school. Membangun bangsa memang berawal dari rumah. Bahkan lebih dini lagi, sebenarnya dari KUA.
    Para calon orang tua itulah yang menjadi sasaran memutus mata rantai “ketidak pahaman” ttg pentingnya pengetahuan psikologi anak. Usia emas bahkan ketika masih tahap embrio, bagaimana orang tua harus selalu menjaga “suasana hati” sang bunda agar selalu harmoni. Sukses ..!!
    Nb. Minta ijin copy materinya untuk di share di blog saya ya pak.

    Rgds
    A. Muttaqin

  48. Setiap saya baca artikel dari Bpk, saya semakin merasakan kalau saya benar benar bukan & belum menjadi orang tua yang baik…. saya merasa mdapatkan jalan untuk bisa berbuat lebih baik utk
    anak anak. Terima kasih untuk jalan menuju kebenarannya.

  49. salam kenal!memang benar kekerasan adalah bukan solusi terbaik dalam segala hal termasuk mendidik anak. hal tersebut saya alami sendiri.saya memang agak keras dalam mendidik anak. maksud hati ingin mentertibkan anak supaya bisa jadi baik tapi justru malah mendatangkan bencana. dianya malah lebih keras/galak daripada saya & jadi sulit untuk diatur. apalagi kalau berada ditempat umum. mudah-mudahan saya bisa lebih lembut dan lebih baik dalam mendidik anak.
    Terima kasih.

  50. terimakasih Bapak Ariesandy atas pencerahannya memang kita sering marah-marah terhadap anak kita kalau perintah kita tidak diindahkan.saya dalam mendidik anak kadang memang keras.Hasilnya anak saya juga bersikap keras juga sukar di atur.

  51. Terima kasih banyak Bapak Ariesandy,semua informasi yang di berikan kepada saya melalui email, artikel artikel bapak,membuka pikiran dan hati saya untuk lebih dekat dengan anak anak saya,karena selama ini saya terlalu sibuk dengan pekerjaan saya,belakangan ini anak saya juga jadi lebih pendiam,apa lagi setelah adiknya lahir,sikapnya seakan akan takut berbuat kesalahan dan selalu melontarkan pertanyaan berulang ulang,apa saya salah?apa boleh saya buat begitu?begitu kira kira pertanyaannya.
    mengapa bisa begitu ya?mohon sarannya.thx

  52. Artikel ini sangat bagus sekali dan hanya orang yang mempunyai jiwa besarlah yang mampu mendidik anak tanpa kekerasan. Saya termasuk korban kekerasan orang tua, bahkan menjelang menikahpun masih dipukulin orang tua, padahal saya tidak nakal, hanya mengutarakan pendapat saya yang berbeda dari orang tua. Toh, pada akhirnya saya menuruti kemauan orang tua. Bahkan kuliahpun harus menurutin kemauan orang tua yang jurusannya ditentukan, sekolahpun juga ditentukan. Sampai hal-hal detil dan yang tidak masuk akal, saya tetap harus menurut perintah orang tua tanpa diskusi dan tanpa komentar. Harus nurut rut, nurut spt robot yg diprogram. Sampai saat inipin juga, orang tua masih memperlakukan kekerasan, tapi bedanya setelah menikah kekerasan mental yang dilakukan, dg menyuruh suami saya agar melakukan hal yang sama terhadap saya. (Persis yg telah papa lakukan terhadap saya dulu dan kini). Kini saya telah mempunyai 2anak yang telah dewasa, saya mengajar anak untuk bebas mengutarakan pendapat dan juga mendidik dengan cara diskusi. Saya senang, mereka menganggap saya sebagai sahabat, cuma mereka tidak senang kalau orang tua saya datang dan menasehati mereka. Mereka jadi sebel, sewot & antipati thdp kakek neneknya. Salah satu nasehat orang tua ke anak2 saya, jangan jadi anak yang pintar2 yach (padahal anak saya juara Olimpiade science & mat sampai ke tingkat international), jangan sekolah tinggi yach. Nanti jadi perawan tua lho. Turutin nasehat kakek nenek yach. Itu salah satu contoh nasehat orang tua saya ke anak2 saya.
    Ya, pantas anak2 saya jadi malas kalau bertemu orang tua saya. Sementara orang tua saya menganggap anak saya sulit untuk diatur. Padahal anak-anak saya gampang sekali diatur. Sekian sharing dari saya. Semoga mendapat pelajaran dari pengalaman hidup saya yang telah jadi korban dari orang tua. Saya mau bergabung dalam Parents Club di Jakarta. Mohon informasinya. Thank you.

  53. Dear Ibu Etha,
    Saya ikut prihatin dengan apa yang Ibu alami. Semoga semakin banyak orangtua yang sadar bahwa mereka punya peran sangat besar dalam membentuk masa depan anak-anak / cucu mereka.
    Untuk itulah SekolahOrangtua.com ada di antara kita.

    untuk Parents Club sementara ini kegiatan hanya dilakukan lewat media online dan melalui media DVD/CD. Materi tersebut sekarang berganti nama menjadi Parenting Home course.
    Sekarang ini SekolahOrangtua sedang menggodok program untuk menjadi instruktur dan jika jumlah instruktur telah memadai maka kegiatan seminar ataupun gathering ataupun kelas kecil parenting akan diadakan kembali.

    Salam sukses

  54. dear etha,
    saya turut prihatin dengan apa yang mba’ etha alami.mudah2an kita bisa lebih mendengarkan dan mau berdiskusi dengan anak2 kita.

  55. Ibu Livie yang baik.
    Ada kemungkinan anak ibu yang pertama (kakak) sedang mengalami kecemasan. Kecemasan ini dapat disebabkan karena ia memiliki standar perilaku yang tinggi terhadap dirinya. Tuntutan ini terjadi bisa disebabkan lingkungan rumah maupun sekolah sehingga ia menginternalisasi dalam dirinya. Jika ia tidak dapat mencapai standar yang telah ditetapkan oleh dirinya ia menjadi cemas kemudian merasa tidak aman. Ditambah lagi dengan adanya anggota keluarga yang baru menyebabkan ia merasa tidak aman lagi. Coba ibu mengajak kakak berdiskusi mengenai perubahan yang telah ibu amati dalam diri kakak. Tawarkan mengenai bantuan yang kakak inginkan dari ibu terhadap kakak.
    Kakak perlu diyakinkan bahwa dia tetap dicintai, apapun yang telah terjadi. Hal ini akam membantu kakak untuk lebih santai dan relaks. Ajak kakak untuk beraktivitas berdua dengan ibu, tentunya aktivitas yang sesuai dengan usia kakak. Dengan demikian, Kakak akan merasa dicintai oleh ibu. Ingat untuk membisikkan kata-kata sayang dan pelukan hangat sebelum kakak berangkat tidur sehingga ia akan merasa aman.
    Untuk informasi lebih detil, ibu bisa membaca artikel tentang bahasa cinta anak. Untuk versi lengkapnya ibu dapat memesan CD audio pada customer service kami.
    Salam hangat penuh cinta untuk Anda sekeluarga.
    Sandra Mungliandi

  56. Thaks p. Aries, untuk kiriman newsletternya yg mnyentuh, mendidik tanpa kekerasan, sy memliki anak laki2 berusia 13 thn yg suka sekali berbohong & mulai mls belajar, gmn ya, utk memberi pengertian pada anak sy, agar tidak malas belajar & jujur, tdk sk berbohong .

    regards
    Indah

  57. Asmlkm,semua saya mempunyai 3 org anak, yg pertama dan kedua berusia 12 dan 13 thn. Apa yg menjadi masalah saya adalah kedua anak lelaki saya ini pada masa kecil mereka pencapaian mereka dlm pelajaran begitu cemerlang tetapi skrg apabila mereka mempunyai sifat yg begitu menyusahkan hati kerana boleh dikatakan skrg kuputusan mereka begitu menurun dan tidak berminat utk belajar. Tolong saya bagaimana utk membuat mereka minat utk belajar.

  58. Walaikumsalam ibu Nadya,
    Ibu, penyebab seorang anak mengalami perubahan minat belajar dari suka menjadi tidak suka, memiliki banyak penyebab. Penurunan tersebut salah satunya karena kurang pahamnya mereka akan manfaat sekolah bagi masa depan mereka, atau juga karena anak merasa tidak dicintai. Apa hubungannya merasa dicintai dengan prestasi akademik ? Tentunya ibu bertanya-tanya dengan pernyataan saya.
    Perasaan dicintai pada diri anak merupakan bahan bakar anak untuk menghadapi tantangan yang ada di depan matanya. Ketika bahan bakar tersebut habis maka anak menjadi tidak termotivasi untuk belajar. Ditambah lagi dengan tuntutan dari lingkungan agar anak terus mempertahankan prestasi, juga dapat menyebabkan anak menjadi tertekan dan mengalami penurunan prestasi. Ujung-ujungnya, anak akan menghubungkan jika ingin dicintai oleh orangtua maka anak harus berprestasi terlebih dahulu.
    Jika ibu berkenan, ibu dapat membaca kesaksian dari Ibu Uty pada artikel “Aduh, anakku mogok sekolah”, di bagian akhir web. Disana beliau menceritakan mengenai kedasyatan dari pengisian tangki cinta. Atau jika ibu hendak belajar dan mengetahui lebih banyak ibu bisa memesan DVD Rahasia MEmbuat Anak Ketagihan Belajar pada customer service SO.
    Salam hangat penuh cinta untuk anda sekeluarga.

  59. Pak Ariesandi, memang lebih baik kita mendidik anak tanpa kekerasan, yang ingin saya tanyakan, apakah tidak sama dengan memanjakan dia? Bagaimana jika dengan kata2 yang halus tanpa menyinggung perasaannya kita telah berusaha membuat anak mencintai mengerjakan PR misalnya, tapi anak tetap saja tidak mau. Jika kita terlalu sabar otomatis kita cenderung menuruti dulu apa kemauannya (PR tidak dikerjakan terus), apakah itu tidak akan menjadi kebiasaan buruk?

  60. Dear bapak/Ibu pengasuh.
    Terima kasih buat artikel2nya ….
    Saya punya 2 orang anak laki2 usia 10 dan 6 tahun…bagaimana sih cara memotivasi anak spy mau makan sendiri ( tidak disuapi) ?
    Terus terang mungkin memang salah saya yang kurang sabar melihat anak2 saya yang kalau makan butuh waktu lebih dari 1 jam, sehingga saya akhirnya turun tangan utk menyuapi mereka supaya lbh cepat habis makannya. Karena kalo tidak dibantu mereka (terutama yg sulung) jadi hanya punya waktu sdkt utk belajar/mengerjakan pr/bermain, krn waktunya hbs utk makan( kadang2 bisa sampai 2 jam loh bu/pak)…
    Terus terang saya bingung bagaimana ya caranya…memang si sulung dulu susah sekali makan mulai usia 2-6 thn, sehingga saya hrs sabar membujuknya utk makan, jangankan makan sendiri wong disuapin saja susah. Sekarang sudah mulai baik pola makannya, dia mau makan sayuran, daging, ayam, ikan dg berbagai macam masakan..tapi ya itu lamaaaa sekali. Hanya sesekali saja dia bisa makan cepat kira2 20 mnt, jadi saya pikir bukan krn ada sesuatu masalah dgn mulutnya/tenggorokannya. Saya sdh coba spy mereka duduk di meja makan , makan bersama saya dan suami, tapi tetap saja kurang berhasil. Kedua anak saya termasuk anak yg superaktif, jadi mereka jg tdk betah duduk berlama-lama di meja makan. Akibatnya mereka makan sambil sesekali berjalan kesana kesini, kalo saya nasihati kadang malah merajuk, terus terang kalo saya bicara agak keras baru mereka mau duduk diam, tp bbrp menit kemudian ya kembali berjalan-jalan. Saya juga tidak mau bila waktu makan tiba harus bolak-balik bicara dgn nada keras bu/pak…Mohon masukan untuk kami.
    Terima Kasih.
    Salam

  61. Terimakasih kepada bapak Ariesandi yg sudah berbagi artikel yang memberi pencerahan keapada keluarga di Indonesia

  62. semoga saya bisa jadi ibu yang bijak spt cerita diatas,tdk harus menyalahkan anak ketika anak melakukan kesalahan.

Back to top button