Sadarkah Anda bahwa kita orang tua secara konstan meng-hypnosis anak kita? Ambil saja kasus nyata yang terjadi dengan Anton yang merupakan anak di rumah tetangga ini.
Pada suatu hari Anton sedang bermain dengan adiknya dan tiba-tiba saja si adik menangis dengan keras karena mainannya direbut. Anton tidak mau mengalah dan malahan mengejek adiknya. Ibunya melihat hal itu terjadi dan dengan serta merta berteriak dengan suara nyaring nan merdu, “ Ayooo……, teruskan……. ya ganggu adikmu terus. Nanti Mama hukum kamu kalau terus ganggu adikmu. Kan adikmu masih kecil kamu yang lebih tua ngalah dong?“
Anton terdiam kebingungan, dalam hatinya ia berkata, “ lho tadi katanya disuruh terus, lha kok kalau saya teruskan malah dihukum dan kapan adik akan jadi lebih tua daripada kakak ya?”
Anton mempunyai pikiran seperti itu karena telah sering mendengar ucapan ibunya yang seperti tadi. Setiap kali ia dan adiknya berebut mainan selalu saja adiknya akan menangis untuk menarik perhatian ibunya. Dan anehnya ibunya selalu mengatakan hal yang sama seperti di atas kepadanya.
Sejak saat itu Anton selalu mencari makna atas perkataan orangtuanya. Ia sering bingung sendiri, tanpa disadari tentunya, apakah yang sebenarnya dimaksudkan oleh orang dewasa di sekitarnya. Jika ia sendirian seringkali memorinya memunculkan perkataan-perkataan orangtuanya dan orang dewasa di sekitarnya yang membuat ia bingung.
Tanpa disadari ia tumbuh dengan sikap penuh keraguan dan susah mengambil keputusan dalam waktu cepat. Ia menjadi tidak berani memutuskan sesuatu dan lambat laun inisiatifnya untuk memulai sesuatu semakin menurun. Cepat atau lambat kita bisa meramalkan apa yang akan terjadi pada diri anak yang sering harus mencari makna atas setiap tindakan atau perlakuan dari orang di sekitarnya. Mereka akan tumbuh dengan sikap penuh keraguan dalam bertindak, takut dikritik, perfeksionis, tidak berani mengambil keputusan besar, kurang berinisiatif dan tergantung pada orang lain.
Atau mungkin anda pernah mendapati seorang anak yang ulangannya jelek dan kemudian mamanya berkata dengan kecewa, ”Aduh kamu ini, kemarin kan sudah belajar dan katamu kamu mengerti, lah kok sekarang dapatnya cuma segini? Aduh kamu ini, harus diapakan sih? Mama dulu ya tidak pernah dapat nilai sejelek ini lho! Mama selalu dapat nilai bagus!”. Dan papa si anak yang mendengarkan juga omelan istrinya agak sedikit tersinggung dan mengatakan ” Heh, Mama menyindir Papa ya! Mau mencari kambing hitam ya? Apa maksudnya Mama mengatakan nilai Mama selalu bagus apa nyindir Papa? Catat ya nilai Papa dulu juga selalu bagus bahkan selalu masuk dalam 10 besar di kelas!”
Dan ………….. bingunglah si anak. Dalam pikiran bawah sadarnya muncul suara kecil yang mengatakan, ” Mama nilainya selalu bagus, Papa juga selalu bagus bahkan masuk dalam 10 besar di kelas? Kalau begitu kenapa aku jadi bodoh begini ya? Aku ini anak siapa sih sebenarnya? Kok gara-gara nilaiku mereka jadi bertengkar sendiri sih? Apa salahku?” Dan beribu-ribu pertanyaan lain yang akan muncul di benak si anak.
Sampai di sini anda mungkin berpikir, ”Wah susah sekali menjadi orangtua. Kok ini salah dan itu salah ya. Saya dulu juga diperlakukan seperti itu oleh orangtua saya. Tapi kok ya …. tidak apa-apa tuh? Sekarang hidup saya juga sukses?!”
Oh yaaaa…….. Pernahkah anda merenung dan menggali dalam diri anda apakah ada konflik-konflik kecil yang timbul yang anda abaikan saja karena tidak tahu jawabannya. Dan anda mengabaikan karena anda melihat sepintas tidak ada pengaruh besar bagi kehidupan anda. Sesekali saja muncul tapiiii …. ya tidak perlu diungkit lagi ah.
Anda benar. Anda bisa sukses dengan apa yang orangtua anda telah lakukan pada anda. Dan tahukah anda seandainya orangtua kita melakukan sesuatu yang lebih positif lagi dari apa yang telah dilakukannya maka kita bisa jadi lebih sukses daripada sekarang. Bukankah setiap reputable online casinos akibat merupakan hasil dari suatu sebab. Dan jika sebabnya berbeda maka akibatnya berbeda juga, betul kan?
Berhati-hatilah dengan apa yang kita ucapkan dan lakukan kepada anak-anak kita. Jika perkataan dan perbuatan itu sering diulang maka pikiran bawah sadar anak akan menangkapnya dan menyimpannya sebagai fakta kebenaran. Apapun faktanya, positif ataupun negatif, akan dianggap sebagai kebenaran dan diwujudkan dalam realita fisik si anak. Itulah yang disebut hypnosis. Kita sadari atau tidak, kita telah menghypnosis anak-anak dengan perkataan dan perbuatan kita. Kita telah menghypnosis anak-anak kita dengan lakon sehari-hari yang kita pentaskan sebagai drama kehidupan di depan mata mereka.
Jadi apa yang harus kita lakukan? Berikut ini adalah beberapa tips agar anak-anak tumbuh dengan baik:
- Katakan apa yang anda inginkan terjadi, jangan membuat anak mencari-cari sendiri makna dari ucapan atau tindakan anda. Janganlah terlalu suka memelototi anak dan berharap mereka akan mengerti apa maksud anda, mereka akan mencari makna dan akhirnya tumbuh dengan sikap penuh keraguan dan takut berbuat salah. Jika anda ingin dia menghentikan tindakannya langsung katakan, ”Sudah cukup. Hentikan sekarang. Sebenarnya apa yang kamu inginkan?”
- Akui dan hargailah perasaan mereka. ”Kamu lagi jengkel ya, sedih ya, atau kecewa? Kamu jengkel karena ………………. (mainanmu direbut oleh adik ya, atau Mama / Papa membentak kamu ya , atau apapun penyebabnya ). Yaa ……. Mama / Papa mengerti dan bisa merasakan hal itu. Mama / Papa sendiri juga akan jengkel atau marah jika diperlakukan seperti itu. Menurut kamu apa yang bisa dilakukan agar perasaan jengkelmu hilang? Apa kamu mau minum dulu? Atau melakukan ……….
- Bersikaplah konsisten. Tindakan dan ucapan kita harus selaras. Selain itu kita sebagai pasangan juga harus konsisten dan sepakat dengan berbagai aturan. Jangan sampai kita mengijinkan hal tertentu tetapi pasangan kita mengijinkannya atau sebaliknya. Jika hal itu sering terjadi maka si anak juga akan mencari sendiri kebenaran makna dari ucapan atau tindakan itu.
Semoga anda mengerti bahwa kita orangtua senantiasa menghypnosis anak kita, pastikan kita menghypnosis mereka dengan hal-hal yang benar.
Wish you become the best parents in the world !
Ariesandi dan Sukarto
Saya setuju bahwa para orangtua menyatakan keinginannya pada anak secara to the point. Namun kadang anak seolah-olah tidak mau mengerti. contoh bila anak melihat tv terlalu dekat – sudah saya katakan kalau anak harus duduk di sofa (yg jauh) namun anak hanya melihat sofa sebentar lalu tetap saja berdiri dekat tv. Anak baru bergeser ke sofa setelah saya “halau” untuk ke sofa. Bagaimana dg kondisi di atas ?
Terima kasih.
Yang terjadi pada kondisi ini adalah anak yg sudah terkondisi dgn cara lama. Sekarang yg harus dilakukan adalh melakukan re edukasi pikiran bawah sadarnya dgn inputan baru. Tipsnya adlh dgn memberikan sugesti berulang2 dan memberikan kepercayaan kita pada anak, “papa percaya makin hari kamu nontonnya makin jauh” Sugesti ini diberikan terus dan tiap kali ia makin jauh berikan pujian dan penguatan “nah bagus kamu harus bangga dg dirimu krn mampu mengontrol diri kamu utk menonton makin jauh”.
Jgn harapkan sugesti langsung dituruti pada kesempatan pertama. ingat kita perlu me re-edukasi bawah sadar dan ini perlu waktu mengingat sdh ada program bercokol di sana.
Saya ada menjelaskan lebih detil tentang teknik dan alasannya di Hypnoparenting Club yang merupakan suatu program pelatihan menjadi orangtua profesional yg materinya kami kirimkan tiap bulan ke rumah shg bisa dipelajari bersama pasangan dan dapat diulangi terserah kita.
Semoga bermanfaat…
Setelah sedikit membaca buku ‘Hypnoparenting’ memang jadi merasa saya harus banyak belajar untuk menjadi orang tua yang tidak membingungkan anak, ternyata tidak semudah membalik telapak tangan. Untuk toipik kali ini saya ingat pengalaman yang sekarang sudah mulai bisa saya ubah. Saya ingin anak saya mulai bisa memutuskan sesuatu paling tidak untuk hal-hal yang berhubungan dengan dirinya sendiri seperti memilih baju. Saya mendorong dia melakukan hal itu, tapi setelah memilih dan kembali meminta pertimbangan saya, kebanyakan saya tidak setuju dengan pilihannya. Beberapa waktu, terlihat bahwa akhirnya dia tetap saja tidak punya percaya diri untuk memilih baju sendiri. Akhirnya saya berfikir untuk menanyakan balik bagaimana pendapat dia, kenapa dia berfikir seperti itu dan kalau saya ingin dia memakai baju yang lain saya tidak mengatakan langsung bahwa pilihannya tidak cocok, tetapi saya perhalus dengan “Kalau yang ini kelihatannya lebih matching, menurut kamu?” Dia sepertinya senang dan merasa lebih dihargai. Pak Aries dan Pak Sukarto, kira-kira ada hal yang lain yang perlu saya kembangkan lagi? Terima kasih…
Yang saya tahu anak-anaknya span nya memang pendek, jadi perlu sedikit “cerewet” untuk mengulang-ulang hal yang harus dikerjakan. Tinggal gimana caranya supaya anak tidak merasa tertekan dengan kebawelan orang tua yang terus mengingatkan…
Yang terhormat Ibu Yanti,
yang ibu lakukan sudah benar. intinya tingkatkan kesadaran diri sehingga kita peka dengan kebutuhan anak terutama kebutuhan emosinya.
Ingatlah bahwa setiap manusia butuh penghargaan dan penerimaan dari orang lain apalagi anak-anak. Bagi anak-anak penghargaan dan penerimaan dari orantuanya adalah harta tak ternilai harganya bagi perkembangan sikap mentalnya kelak ketika dewasa.
Kami memang kebetulan membahas hal ini lebih detail dalam seminar tangki cinta anak di seminar surabaya 21 April dan di materi pelatihan ke anggota hypnoparenting club.
Saya punya anak kembar baru berusia 2 tahun, semua laki-laki. Mereka kembar tidak identik. Kadang-kadang mereka suka mainan yang sama pada saat yang sama, Walaupun saya selalu membelikan 2 buah mainan, kadang-kadang mereka suka mainan yang dipegang oleh saudaranya. Sehingga mereka berebut dan salah satu pasti menangis. Gimana sebaiknya saya berperan dalam hal ini? Terima kasih.
saya mempunyai anak yang berumur 4 tahun , kelahiran beliau normal normal dan tak lupa istri sayapum beli buku tip-2 untuk mencerdasarkan anak sejak dalam kandungan , akan tetapi begitu lahir dan besar anak saya mengalami gannguan berupa sulit tidur dan setelah umur 3 tahun di akayaknya mengalami traumatik dan tidak percaya diri , bahkan sekolahpun harus di tunggui oleh ibunya kurang lebih 6 bulan , semua harus sama ibu , tak lupa kalu mau tidur ia selalu minta dongeng , menurut para ahli psikologi anak dongeng adalah obat mujarab untuk merubah pola laku anak.
yang saya tanyakan gimana cara menangani anak tersebut
to bpk ariesandi yang terhormat.
ada yang ingin saya tanyakan semenjak anak saya lahir istri saya tetap bekerja tapi walaupun istri saya bekerja istri saya tetap menyusui sampai umur anak saya 2 th dan sekarang umur anak saya 2.5th ,selama istri saya bekerja anak kami bersama dengan orangtua istri ,selama ini saya tidak terlalu banyak
memberikan nasihat2 ,saya takut kalau memberikan nasihat takut anak saya nanti bingung mau nurutin nasihat siapa orangtua saya atau saya.kalau saya bilang jangan sama anak saya orangtua saya bilang udah ga apa apa anak jangan terlalu dilarang nanti ga percaya diri, maklumlah sementara ini saya masih tinggal sama orangtua rencana saya nanti kalau anak saya sudah masuk usia sekolah baru nanti saya tempati rumah sendiri. saya menikah umur 25th istri saya umur 20th ,nah untuk keadaan seperti ini menurut bpk saya harus bagaimana terhadap anak saya. pertanyaan seperti ini mungkin sudah lama saya ingin tanyakan dengan adanya hypnoparenting saya merasa bertanya dengan orang yang tepat.terima kasih banyak untuk bpk ariesandi dan sukarto
salam sukses
dear Novi Damaryanto,
Mengingat kondisi Bapak yang harus berkumpul sama orangtua maka jelaslah ini membutuhkan kerjasama yang konsisten diantara pihak yang terlibat untuk mendidik anak tersebut. Apa akibatnya jika tidak konsisten? Bisa jadi Bapak kehilangan otoritas di hadapan anak. Untuk jangka panjang hal ini bisa jadi sumber masalah. Sebaiknya secara baik-baik Bapak komunikasi dengan orangtua tentang sikap Bapak dan mintalah ijin mendidik anak Bapak sendiri. Hal ini bisa jadi sangat sensitif, oleh karena itu berhati-hatilah dalam mengkomunikasikannya. Bagaimanapun ketegasan Bapak di mata anak sangatlah diperlukan.
Salam hangat selalu.
Intinya, Komunikasi yang efektif. Hindari Model Komunikasi yang emnyimpang. Hargai anak sebagai individu yang memiliki pikiran dan keputusan untuk dirinya sendiri. Orang tua fasilitator yang menyenagkan bagi anak….setuju Pak Ariesandi.
Setelah mendengar banyak komentar dari bapak dan ibu.Saya hanya menambahkan bahwa,yg harus dibenahi dulu pola mendidik,pola pikir dan pola mengasuh orang tua.
Saya merasa”cocok”dengan metode hypnoparenting ini,yg akan sy terapkan kpd putra kami yg berumur4,5tahun.
Selama ini sy mengasuh anak sy seperti cara mengasuh orangtua sy dulu.Yg penuh dng teriakan,cubitan dan kata2 yg buruk.Padahal sy sadar,kl mendidik seperti itu tidak ada gunanya.
Tapi sy lebih mementingkan emosi sy,dan papanya sendiri mengatakan,kita ngk perlu baca buku ini atau buku itu,kita membesarkan anak seperti apa adanya kita saja dengan hati nurani.Kalau benar bilang benar dan kalau salah bilang salah.Kedengarannya seperti kurang mendukung keinginan sy yg mau belajar hypnoparenting.
Dengan mengikuti parents club,apakah sy bisa merubah sikap2 buruk sy,dlm mengasuh anak,yg rasanya sudah mendarah daging dan susah dihilangkan?Dan bagaimana mengajak suami,untuk ikut berperan serta dlm hal ini?
Mohon penjelasannya ya Pak Ariesandi.
Yah tentu saja dengan tekad yg kuat
Ibu Nesia yang baik,
Dengan mengikuti Parents club maka ibu akan banyak terbantu, karena selama ini belum pernah ada sekolah untuk mendidik orangtua dalam mengasuh anaknya. Jika menggunakan hati nurani sebenarnya sih oke aja. Tapi harus yakin bahwa hati nuraninya tidak dipengaruhi dengan emosi negatif. Jika sudah dipengaruhi emosi negatif maka hati nurani pun tak akan didengar. Untuk meredakan emosi Ibu bisa membeli CD Terapi Hipnosis. Dalam CD tersebut Ibu akan menemukan bimbingan untuk menurunkan kadar emosional Ibu yang bisa jadi berakar dari masa kecil Ibu sendiri. Setelah itu Ibu bisa mendapatkan banyak ide dan pengetahuan dari keanggotaan materi membership.
Satu hal lagi yang perlu diingat adalah “seandainya kita dulu dididik dan diperlakukan dengan lebih baik oleh orangtua kita maka kita sekarang pasti mencapai lebih banyak dari yang sekarang sudah kita dapatkan”
Salam hangat dari hypnoparenting team
memang kita sebagai orangtua harus hati2 didalam membangun komunikasi dgn anak, dengan adanya hypno parent ini mungkin bs membantu para ortu untuk lebih mengetahui cara membangun komunikasi yg baik dgn para Anak-Anak, makasih ya bpk Ariesandi, hr ini sy mendapat point yg sangat berharga.
Terima kasih hypno parent atas artikel yg selalu dikirim ke email saya. Komunikasi dengan anak memang sangat perlu, karena hal itu membuat anak merasa diperhatikan dengan orangtuanya. terkadang komunikasi butuh juga dengan bahasa tubuh, dan komunikasi itu juga butuh kontak mata.
Saya sungguh sedih karena ternyata say selama ini telah melakukan hal yang salah,sering kali saya membentak anak saya karena kenakalannya,bahkan sering kali aku mengancamnya akan ku potong tangannya agar anakku jera dan tidak melakukan hal hal yang nakal dengan membaca artikel ini saya jadi bingung apa yang harus saya lakukan sekarang untuk memperbaiki keadaan ini ???
Setelah membaca saya baru menyadari bahwa selama ini saya telah salah dlm menyikapi anak saya yg mempunyai sikap dan kelakuan yag sama dgn anton. Terima kasih atas emailnya hal ini akan semakin cerdas dlm menyikapi anak .
anak adalah sebuah masa depan, mendidik anak memang gampang2 susah.. tapi dengan pengertian dan pemahaman yang benar, sebagai orang tua adalah sebuah seni dalam perjalanan keluarga yang harmonis..
saya sangat terkesan atas semua artikel yang dikirimkan…
terima kasih hypno parent
saya juga pernah mengalami pertengkaran anak saya, anak saya usia 6 thn dan 3 tahun, jika sedang bertengkar diikuti tindakan kekerasan dengan menarik rambut kakaknya tau menendang dengan kaki, biasanya saya hanya memisahkan dengan menggendong anak yang kecil untuk memisahkan keduanya, bgm mana saya harus bereaksi terhadap permasalahan tersebut
sebagai orang tua , saya baru menyadari setelah membaca artikel ini bahwa membimbing anak memerlukan
pengetahuan kusus supaya tidak membawa dampak yang kurang baik terhadap perkembangan anak.Harapan saya dengan sering membaca artikel artikel ini dapat membantu saya membimbing anak ke arah yang lebih baik.
terima kasih,dengan banyak membaca di web ini saya lebih terbuka dalam mendidik anak2 saya….saya harap ini jadi teladan bagi kita semua…
ketika kecil, saya pernah jatuh hingga kaki saya terluka. ketika saya jatuh itu my grandma said “pinter, gapapa sayang, calon dokter”
wah, kata-kata itu selalu jadi penyemangat untuk saya hingga hari ini
selama ini yang kami lakukan dalam mendidik anak2 kami seperti contoh2 diatas yang keliru dan hasil juga benar mereka gampang sekali menolak permintaan2 kami dengan berbagai ekpresi dan kata2 yang kami sendiri tidak mengajarkannya. Dan hal ini sering memancing kemarahan kami dan akhirnya berulang dan membentuk siklus. Sering pula saya sangat menyesal memperlakukan mereka dengan tidak semestinya.
Bagaimana menurut Pak Aries supaya bisa memutus siklus itu.
dear p lukman
saya ingin menjawab dengan detail permasalahan BApak namun sepertinya tidak memungkinkan. Ini adalah tipe pertanyaan yang singkat namun jawaabnya harus berhari-hari. Untuk bisa memutus siklus tersebut BApak harus mengetahui mekanisme pikiran, konsep komunikasi yang tepat sesuai dengan tipe kepribadian anak dan diri kita sendiri, membangun ekpektasi positif, serta mengerti bagaimana cara melakukan re-edukasi pada diri si anak yang sudah terlanjur memiliki “database” negatif.
Saya sarankan Bapak menjadi anggota Parents Club.
salam hangat dari team sekolahorangtua.com
Saya adalah anak tunggal, meskipun begitu, dulu orangtua saya termasuk keras dalam mendidik, sering memberikan hukuman, ancaman (tidak pula memberi contoh yang baik) dan jarang memberikan kata pujian atau kata penyemangat. Hal itu justru membuat saya menjadi tidak nyaman berada dirumah (kabur dari rumah), takut pada orangtua, berusaha keras memenuhi keinginan mereka dalam prestasi, dan setelah dewasa saya menjadi orang yang perfeksionis dan idealis. Setelah menikah dan memiliki anak, saya sadar, saya tidak ingin anak saya mendapatkan rasa takut dan ketidaknyamanan yang saya rasakan dulu, karenanya saya tidak ingin membesarkan anak seperti cara orangtua saya.
Setelah saya fikir, mungkin benar kata pak Ariesandi, mungkin seandainya orangtua saya melakukan sesuatu yang lebih positif lagi dari apa yang telah dilakukannya maka saya bisa jadi lebih sukses daripada sekarang.
Anak memang cenderung meng-kopi orangtuanya atau orang yang membesarkannya, karenanya kitapun perlu menjaga sikap, bila kita memilih untuk berkata kasar padanya, memberikan ancaman atau bahkan menyakitinya tanpa memberikan alasan yang pasti dan konsisten, maka jangan heran apabila anak tersebut akan cenderung menjadi seperti kita/orangtuanya terhadap orang lain (adik ataupun anak lain).
Artikel yang menarik….
Saya pengen sharing sedikit mengenai pola pendidikan dari orang tua saya yang agak2 lain menurut saya….orang tua saya tidak pernah memberikan tuntunan2 ini itu utk urusan pendidikan (kecuali untuk urusan pnddkn agama), tidak pernah menyuruh saya untuk rajin belajar, tidak pernah memarahi saya karena nilai ujian yang jelek, saya hanya diberi target “asal naik kelas” ,mau bolos sekolah juga ok (asal bolosnya dirumah) dan untuk hal2 seperti itu saya diberi kebebasan dan kepercayaan penuh sejak saya kecil.
Sebetulnya orang tua saya (ayah) juga keras dalam memberikan hukuman untuk hal2 yang menurut saya (waktu kecil) bukanlah hal yang besar seperti dihukum disabet dengan sabuk kalau ribut pas ayah sedang tidur, atau ketahuan ujan2an dan kenakalan2 anak kecil lainnya. Dan terus terang, bagi kami ayah saya adalah sangat menakutkan……
Disisi lain kami sekeluarga termasuk keluarga yang beruntung dan kami juga dimanja hampir dalam semua hal (saya tidak perlu repot2 membersihkan rumah, mencuci piring setelah makan, membereskan kamar tidur,dsb) karena semua sudah ada yang mengerjakan, intinya kalo saya banding2kan sistim pendidikan yang kami terima dikeluarga ini jauh beda banget pada keluarga2 lain pada umumnya…..Kita diberi kebebasan dan kepercayaan penuh dalam segala hal….dimana yang ditekankan ayah saya “apapun yang kamu lakukan kamu sendiri yang menanggung akibatnya, satu hal yang gak akan diampuni oleh orangtua saya adalah kalo kita bikin malu keluarga”…itu pelajaran yang saya terima sejak kecil,…disamping itu pelajaran lain adalah orangtua kami sengaja memanjakan kami dalam artian “punya uang itu enak dan menyenangkan, tapi untuk bisa punya uang kamu gak boleh ngandelin orangtua karena suatu saat kamu harus berusaha untuk dapet uang sendiri” .
Dan kalo dilihat2 memang pada awalnya (waktu kami2) masih kecil, gak ada yang bisa dibanggain oleh orang tua kami dari kami jika dibandingin ama anak2 temen orangtua kami…nilai sekolah juga gak bagus2 amat bahkan cenderung hancur, anak tumbuh jadi anak yg pemalas,lebih suka ada diluar rumah, dan sering berantem antara adik kakak,dll….tp seiring dengan bertambahnya usia dimana kami semakin matang dan semakin dewasa dan semakin tahu apa yang harus kami capai dalam hidup ini, perlahan-lahan orang tua kami mulai mendapatkan hasil dari pendidikan yang telah ditanamkan sejak kami kecil…..saat sd dan smp saya selalu mendapatkan nilai terendah di kelas tp di sma saya bisa mendapatkan rangking satu dan bisa melanjutkan kuliah di ptn,…begitu juga dengan adik2 dan kakak2 saya….waktu kuliah juga bisa mendapatkan I.P yang memuaskan dan alhamdulillah saat ini kami kakakberadik semuanya bisa keterima bekerja di bank-bank pemerintah…dan lebih dari itu yang sangat membahagiakan kami…akhirnya kami bisa membanggakan kedua orang tua kami……
Dear Pak Deny,
Itulah yang memang seharusnya diberikan oleh orangtua pada anaknya, yaitu kebebasan (terarah) dan kepercayaan (sesuai kemampuan dan perkembangan si anak).
Sekarang ini orangtua pada bingung kalau melihaat anaknya tidak seperti anak yang lain. Karena itu akhirnya mereka menuntut anaknya seperti anak yang lain secara tidak sadar. Membangun pondasi dalam diri seorang anak itu tidak bisa kelihatan langsung seketika hanya dalam hitungan bulan atau bahkan minggu. Apalagi sekarang jaman instan. apa yang orangtua pak Deny lakukan adalah hal terpenting dalam siklus kehidupan manusia. Kepercayaan dan kebebasan adalah siklus utama yang harus diselesaikan dalam proses tumbuh kembang anak dan ini terjadi pada usia dibawah 6 tahun. Melalui web SekolahOrangtua ini kami berusaha menyadarkan kembali orangtua akan fitrah seorang anak. Semoga bermanfaat dan semoga semua mahluk hidup berbahagia.
Terima kasih atas komentarnya Pak Ariesandi, tetapi ada hal yang ingin saya tanyakan lebih jauh yaitu apakah pola seperti itu masih relevan untuk diterapkan pada kondisi sekarang (terutama di kota2 besar seperti jakarta), karena pada jaman saya dulu (saya skl dsr kelas 1 thn 1985) arus informasi negatif belum sederas sekarang (mnrt sy bnyk tygan t.v (maaf) sprti infotainment, sinetron, film2 yg tidak sesuai utk anak, dll)….dan menurut saya kalau saya perhatikan dilingkungan sekitar saya, anak2 sekarang secara intelegensia mungkin lebih tinggi dibanding jaman saya dulu tp secara emosional menurut saya anak2 sekarang kalah jauh pada anak2 jaman dulu (cmiiw) apakah benar begitu?karena menurut saya kematangan emosi memiliki lebih bisa seseorang untuk bisa menyelesaikan permasalahannya?….terimakasih atas masukannya
Dear Pak Ariesandi…..,
Sebelumnya saya sangat-sangat berterimakasih, sungguh merupakan pengalaman yang baru menjadi orang tua. Ini merupakan newsletter kedua yang saya terima.
Saya baru punya anak satu beumur 16 bulan… dengan adanya sekolah orang tua ini saya dan suami saya sangat bahagia karena ada tuntunan untuk mendidik anak kami.
Saya dan suami berkerja dari jam 07.00 WIB – 15.00 WIB, kami kadang merasa kurang bisa mendidik dan kurang perhatian terhadap anak saya.
Dengan adanya sekolah orang tua ini saya berharap dapat memberikan yang terbaik untuk anak saya. Dari tips yang diberikan mengenai mendidik anak sangat berguna dan bermanfaat. Ini menambah pengetahuan saya bagaimana cara mendidik anak dengan benar…terima kasih.
Dengan banyaknya pekerjaan dan kesibukan dikantor kadang membuat saya jengkel ketika menghadapi anak saya yang kebetulan rewel…disaat seperti ini kadang saya hilang kesabaran, kadang saya menakuti anak saya dengan mengatakan …”bisa diam nggak…!!!klo nggak bisa ibu cubit pantatnya..!!!! Walaupun tidak saya cubit anak saya sudah takut dan akhirnya diam..SALAHKAH SAYA……?????? Mohon petunjuknya..terimakasih 🙂
pak Ariesandi
Anda kok pinter ya…apa dulu papa-mama udah ngelakuin hipno parenting. saya udah baca bukunya pak Sandi, trus tak sebarin ke Ibu-ibu, trus banyak yang nyoba, trus…cespleng…maksih lho Pak Sandi ..eh…pak Arie…
kapan ya nulis hipnoteaching…maklum saya tu guru, biar ada panduan ngajar pakai hipno…..
saya ngucapin terima kasih buanyak atas kiriman newsletter ke email kami….
salam hipno…
Ass.. Pak Aries
Memang menjadi orang tua itu susah juga yaaa….
kadang kita sebagai orang tua inginnya semua apa yang kita omongkan itu di turut/ dimengerti oleh si anak dan tidak menyadari dalam penyampaiannya itu salah.
Maka setelah membaca rubrik ini saya sedikit demi sedikit mulai memahami harus berkata apa kepada anak saya supaya mereka dapat memahami apa yang saya mau. Saya ucapkan terima kasih kepada bapak ariesandi yang telah mebuka webset ini untuk para orang tua terutama yang masih awam seperti saya.
Wass…
Saya sangat tertarik dengan artikel-artikel yang dikirimkan ke email saya selama ini. Saya tahu nya dari teman. Ternyata sangat bagus sekali. Begini P. Aris dan P. Sukarto: Saya mempunyai 4 orang anak: 3 putri (anak ke 1, 2, 4) dan 1 putra (anak ke 3). Sudah 4 th saya tidak makan daging (ayam, babi, sapi) tapi telor, ikan dan seafood masih. Semua putri saya bisa makan daging kecuali yang putra (8 th). Padahal dari kecil semuanya bisa makan daging. Sejak putra saya sekolah TK B saya perhatikan dia mulai tidak menyukai daging.karena kalo ada dagingnya, dia selalu membuangnya. Tapi kalo di kasih baso, sosis, chicken nugget mau. Sedangkan sayur sawi dia juga ngak mau. Tapi kalo kacang panjang dipotong kecil2, wortel potong kotak2 kecil, buncis potong tipis2, dia mau. Mulanya saya tidak mencurigainya. Saya pikir biasa aja, memang anak2 kalo masih kecil begitu atau malas ngunyah. Lama2 saya perhatikan ternyata bukan Cuma daging aja tapi juga ikan dan udang. Dan anehnya kalau dikasih makan ikan dan udang, dia seperti mau muntah. Melihat ini ayahnya marah2 dan mengatakan dia bodoh tidak bisa makan ikan. Pernah dia dipaksa makan ikan oleh ayahnya. Akhirnya muntah. Semua nasi dan susu ikut muntah keluar semuanya. Saya kesel dan sangat menyayangkan karena sebenarnya nasinya sudah mau habis di makan malah muntah keluar semuanya. Kata suami: gara2 saya ibunya tidak makan daging maka anak jadi ikut2 an. Dan hal ini yang sering menyebabkan kami suami istri bertengkar sampai sekarang. Kepada siapa saja dia bertemu atau ke pesta, dia selallu mengatakan kepada orang lain/ temannya bahwa orang yang tidak bisa makan daging adalah orang bodoh. Tapi saya diam dan tersenyum aja walaupun hati jengkel juga, kok dia tidak bisa mengerti perasaan saya. Bagaimana solusinya utk putra saya agar dia mau makan daging? dan suami agar mau menghargai ke tidak sukaan saya akan daging? tks.
ternyata gitu ya pak?
Anak saya yang sulung (8 th)seringkali nggak ngeh kalo saya dan suami minta lakukan sesuatu…
saya juga jadi heran, apa memang anak seusia dia belum bisa bedakan nilai2 yang salah dan yang benar ya???
Terima kasih sekali kepada sekolahorangtua.com atas artikel yang telah dikirim ke email saya, saya jadi banyak belajar melalui artikel yang telah dikirim.
Saya selalu menunggu artikel-artikel selanjutnya.
Terima kasih
artikel yang bermanfaat sekali. Iya ya, seandainya kita yang sudah gedhe-gedhe gini dahulu dibesarkan dengan kata-kata hypnotis positif, memungkinkan sekali kita akan tumbuh menjadi orang yang lebih dari sekarang.
saya jadi makin menanti artikel selanjutnya.
salam hangat kepada sekolahorangtua.com
Artikel yg bagus, mengingatkan saya tentang suatu percobaan yg diambil dari sebuah buku. Ceritanya ada tiga toples yg berisikan nasi sisa kemarin. Masing2 toples adalah
A : diberi label kata-kata positif… co/ “kamu baik, kamu putih, kamu enak, saya sayang kamu…”
B: diberi label kata-kata negatif.. co/ ‘kamu jelek, bau, tak enak, saya benci kamu…”
C: tidak diberi label apapun.
kemudian ketiga toples diletakkan di tempat yg agak berjauhan, dan setiap saat dilewati anggota keluarga maka label tersebut wajib dibaca oleh anak, istri dan pembantu….
beberapa hari kemudian yg terjadi adalah, toples :
A : nasi sisa masih berwarna putih, muncul sedikit jamur dan bau mulai agak apek (basi)
B : nasi sisa penuh dengan jamur hingga berwarna kuning kehitaman bulukan, bau tak segar
C : lebih parah daripada toples B. (karena tidak di hiraukan bahkan sekadar kata2 negatif)
kesimpulannya….
kalau nasi aja yg tidak ada akal pikirannya bisa merasakan perbedaan perlakuan akibat kata2, bagaimana dgn anak2 kita?
Terima kasih kepada sekolah orangtua.com artikel anak bingung ini sangat membantu saya dlm menangani anak saya yang no 2 yang selalu tidak mau mengalah terhadap kakaknya.Saya terkadang pusing krn si sulung pun kerap kali bertengkar dan egois kepada adiknya. Bagaimana cara menerapkan dan menumbuhkan rasa cinta dan kasih sayang antara kakak terhadap adik maupun sebaliknya. Saran dari bapak ariesandi sangat saya tunggu,makasih sebelum dan sesudahnya.
Pola bahasa orang dewasa yang memiliki makna dibalik kata-katanya susah dimengerti oleh anak-anak karena masih polos.
Terima kasih atas 2 artikel perdana yang dikirimkan ke alamat email saya.
Saya merasa sebagai Ibu dari anak-anak saya (2 cowok berumur 8 dan 2 tahun) tidak melakukan tindakan ekstrim di dalam menegur anak, apalagi berdebat pendapat dan saling bersaing dengan suami di depan anak-anak. Saya mencoba bersabar dan bersabar di dalam mendidik anak-anak saya. Meskipun kadang saya merasa tidak bisa bersabar lagi, dan biasanya saya mengambil sikap diam. Saya membiarakan peristiwa demi peristiwa berlalu seiring waktu.
Kadang saya berpikir; tidak ada salahnya sesekali anak makan telat daripada saya marah terus (wajah saya mirip buah pepaya :
dear pak ariesandi,
senang sekali saya dapat bergabung dengan newsletter sekolah orangtua ini. Banyak yang dapat saya pelajari di sini.
Pak, saya mempunyai seorang keponakan wanita berumur 9 tahun, dia dididik dengan ekstrim oleh ayahnya, terkadang lembut, terkadang dengan kekerasan. hal ini membuat kebingungan pada keponakan saya dan juga ini memberikan dampak negatif pada pelajarannya di sekolah. Sedangkan sang ibu tidak perduli pada anaknya ini. Saya merasa kasihan pada keponakan saya ini, saya ingin sekali menolongnya, tapi pengajaran orang tuanya sudah tertanam dalam di dalam pikirannya secara tidak langsung.
mohon bantuannya pak…
terima kasih
Dear P Ariesandi,
Setelah membaca news letter edisi 2, saya merasakan betul situasi seperti yang tertuang di artikel tsb. Bahkan yang lebih bingung lagi adalah saya, bagaimana cara menghadapi situasi seperti ini. Saat ini saya tengah menghadapi problem mogok sekolah anak kedua kami yang berumur 5 tahun sekolah TK B ( seharusnya ).
Dia sama sekali tak mau kesekolah dan menyinggung apapun tentang sekolah sejak di menjelang akhir tahun ajaran baru lalu sampai sekarang ini. Awalnya dia mengalami sulit tidur jadi bangunnya siang. Beberapa kali saya berhasil membujuk dan mengajaknya berangkat sekolah. Tapi makin hari makin sulit, dari rayuan halus sampai gertakan dan cubitan dan akhirnya kami biarkan saja dia tidak sekolah. Kami sudah membawanya ke psikolog dan mengikuti terapi tapi hasilnya belum ada. Saya juga ikut kursus parenting sampai hipnoparenting ( bersama suami )untuk memecahkan masalah ini. Namun sampai saat ini belum mampu menggali apa penyebab Anak kami mogok sekolah. Oh ya metode hipnoparenting memang membuat si bungsu mulai lebih tenang begitu juga dengan saya dan suami, meski kadang juga masih out of control.
Dari konsultasi dengan psikolog dan hipnoterapis, kami mendapat kesimpulan anak kedua kami ini mengalami trauma tapi karena anaknya cenderung tertutup jadi dia tidak bisa mengatakan penyebab mogoknya itu ( ini pemicu emosinya yang naik turun ). Pak Ariesandi yth, anak kedua kami menurut psikolog & terapisnya punya karakter cenderung tertutup. Apakah ini genetik dari ayahnya atau karena pola asuh kami. . Suami saya sangat pendiam dan nyaris tidak pernah bisa diajak bicara enak bahkan untuk urusan anak. Sehingga seringkali anak-anak jelas-jelas kebingungan dengan perbedaan pendapat dan sikap diantara kami.
Suami saya jarang bicara dan kalau bicara pelan sekali tapi jika pendapatnya bertentangan, marahnya bisa meledak bahkan 2 kali sudah dia meledak didepan anak-anak yang membuat mereka pucat pasi. Apa yang harus saya lakukan ? Saya ingin anak-anak tumbuh di era golden age-nya ini dengan bahagia sehingga nantinya menjadi orang sesuai potensi yang dimiliki mereka.
Mohon saran bapak & maaf tulisannya panjang sekali.
Sukses buat sekolah orang tua.
Dear P’ Ariesandi,
Setelah membaca edisi kali ini rasanya saya kok malah kasihan melihat diri sendiri………
Pak aries….sampai hari ini saya masih bingung bagaimana caranya untuk memberitahu Isteri yang selalu kurang menghargai anak, suka bicara kasar dan kalau bicara dengan nada keras bahkan suka berprasangka buruk terhadap anak, tidak percaya atas alasan anak dan bahkan sering menuduh kepada anak.
Saya sudah coba memberitahu namun yang selalu menjadi tameng adalah didikan orang tuanya yang menerapkan cara keras dan dia berprinsip bahwa cara tersebut yang baik.
Apa yang harus saya perbuat Pak…….berhubung waktu saya banyak untuk kerjaan.
Sukses selalu untuk sekolah orang tua.
Terima kasih.
pak Arie yth.
Terima kasih sekali atas kiriman informasinya yang telah menambah pengetahuan saya tentang mendidik anak. Mudah2an ilu ini akan saya sebar luaskan kepada orng tua yang mau mendidik anak dengan lebih baik, terutama kepeda putera puteri saya agar mereka dapat mendidik anak2nya nanti dengan lebih berhasil karena sudah dibekali ilmu mendidik anak dari hypno parenting, harus lebih baik dari kami karena kami dulu belum mengengenal sekolah orang tua.Terima kasih n sukses pak Ari.
Dear Ariesandi,
Membaca artikel ini, saya teringat masa kecil saya dulu. Jika saya bertengkar dengan adik laki-laki saya yang berbeda 2 tahun, orangtua sering berkata hal serupa “terus, terus saja bertengkar, nanti mama pisahin kalian, di Irian satu di Aceh satu” (kami tinggal di Jawa Tengah). Kalimat itu justru membangkitkan semangat saya untuk terus mengganggu adik, kalau dia sudah menangis baru saya puas dan berhenti. Sebenarnya orangtua tahu jika saya cemburu terhadap adik, tetapi mereka tidak pernah menanyakannya kepada saya, dan satu lagi senjata pamungkasnya adalah “kamu sebagai kakak harus mengalah.” padahal ada kalanya adik yang mengganggu. Tetapi lambat laun, semakin kami dewasa, dan kita berpisah karena aku kuliah di luar kota, kami semakin akrab. Yah, itu sekedar share aja.
Sekarang saya sudah menikah, dan segera memiliki si kecil. Artikel ini mensupport saya untuk dapat menjadi orangtua yang bijak bagi anak-anak. Hem, menurut saya poin yang ke tiga yaitu konsistensi, adalah poin tersulit, jadi komunikasi antara ayah dan ibu mesti lancar dan saling terbuka agar tercipta kerjasama yang bagus.
Saya bener2 jadi tersadar, bahwa perlakuan saya selama ini salah terhadap anak saya 🙁 Terima kasih pak sudha mengingatkan, dan saya yakin untuk merubah pikiran dan prilaku saya hari ini juga, demi masa depan anak saya, mumpung belum terlambat karena anak saya masih balita 🙂 Tuhan memberkati anda…good job!
Artikel yang bagus. Wacana dalam artikel ini sudah saya fahami, tapi seringkali sulit melaksanakannya dalam kehidupan sehari-hari. Apalagi bila sudah dikuasai emosi, rasanya sulit menyusun kata – kata yang layak diiucapkan. Bagaimana supaya bisa tetap konsisten ya, Pak ?
Dear pak ariesandi,
terima kasih sebelumnya, karena saya senang bisa bergabung dengan newsletter sekolah orang tua. Dimana saya harus banyak belajar bagaimana menghadapi anak-anak, dan ingin merubah diri saya menjadi orang tua yang sabar, tidak main cubit, dan menggunakan kata-kata yang halus dan bisa dimengerti oleh anak-anak.
Yth. Pak Ariesandi dankawan-2
Terima kasih, saya dapat bergabung melalui Newsletter sekolah orang tua yang Bapak asuh.
Dari pantauan saya, kebanyakan mereka dari kalangan keluarga yang memiliki putra-i balita. Tapi saya bersyukur, meskipun saya “Ketinggalan” mengetahui sekolah ini, mengingat anak-anak saya sudah dewasa ( umur 24 dan 26 Tahun ), tetapi saya merasa tidak ter lambat bergabung dengan sekolah ini, karena saya akan terus belajar demi masa depan anak-anak saya.
Banyak hal yang belum saya ketahui sebelumnya, terutama teknik-teknik komunikasi yang positif dengan anak. Seringkali anak saya merasa akan dijadikan seperti orang tuanya, karena terkesan dari cara-cara / kata-kata saya dan suami berupa “doktrin” yang menggurui dan memaksakan kehendak, walaupun sebenarnya maksud kami hanya untuk kebaikan kami sekeluarga dengan kekawatiran yang sangat berlebihan.
Pada kesempatan ini saya mohon saran kata-2/ sikap apakah yang harus saya lakukan agar anak-2 saya tetap menghargai orang tuanya pada saat terdapat kesalah pahaman. Misalnya : Saat ini kedua anak saya masih baru menyelesaikan kuliahnya. Sekarang mereka sedang menekuni pekerjaan yang status kepegawaiannya sebagai Outsourching. Saya sering mengingatkan mereka agar bekerja baik, disiplin dll. Tetapi jawaban mereka : ” aku mau jadi diriku sendiri, tdk akan jadi dirimu”. Kata-2 tadi seakan panas ditelinga, kalau saya emosi, pasti tidak menyelesaikan masalah.
Masih banyak hal yang ingin saya sampaikan, tetapi sekali lagi saya mengucapkan terima kasih atas perhatian dan jawaban Bapak
Mohon maaf dan salam kami sekeluarga
memang kadang kita cenderung menyalahkan pasangan kita, kalo ada sesuatu yg jelek dr anak kita, seperti” ini pasti Mama nih, dulu saya ga begini” itu sering bgt suami saya bicara spt itu, tp biasanya suka saya cuekin, terima kasih ya saya dpt pencerahan.
Dear Pak Ariesandi, terima kasih u news letter edisi 2 ini, saya menyadari sbg seorang ibu yg bekerja, waktu untuk anak sangat kurang. Kebetulan anakku 3 thn kalau makan diemut, jadi makan bisa 2-3 jam. setiap makan selalu aku katakan : hayu cepet makannya dikunyah, kalau nggak giginya bisa rusak, ntar ompong, atau kalau tidak aku juga suka nambahin: kalau makannya nggak dikunyah, kamu nggak bisa tinggi badannya. tanpa saya sadari hal itu direkam otaknya. jadi dia seneng banget kalau aku bilang wah kamu sdh tinggi yah, krn makannya banyak, padahal saya tahu saya memanipulasi pikirannya. Semoga dari artikel yg bpk kirimkan saya bisa memperbaiki dan lebih berhari2 dlm berkata. Many thanks
Tks untuk artikelnya, pelajaran yang sungguh luar biasa bg ortu. membaca artikel di atas, seperti menampar diri saya sendiri. bagaimana mengembalikan rasa percaya diri anak yang sudah di hipnotis sekian lama oleh ortu ?
Saya sangat terimakasih untuk news letter edisi 2 yang telah bpk kirim buat saya.Saya jadi sadar,soalnya akhir- terakhir ini saya lebih sering ngomong bego sm anak saya.anak saya suka balikin omongan saya: ibu yang bego katanya,tapi sekarang tidak sesering dulu karena saya tahu tidak baik akibatnya.
Trimakasih atas kiriman artikel pertama yang luar biasa bermanfaat tapiii anakku usianya sudah remaja, yang pertama perempuan 14 thn, yg kedua laki2 11 thn apakah dapat berubah sekian lama terbiasa dgn ucapan2 yg salah tsb?
Sekali lagi, saya setuju dengan apa yang bapak tulis, saya akan berusaha menjadi orang tua yang lebih baik setelah membaca tulisan bapak, terlebih2 anak saya masih kecil (ini merupakan momen penting untuk pembentukan kepribadiannya). Saya akan ajak suami saya untuk ikut membaca tentang hypnoparenting, sebab penting sekali bagi kami berdua saling mendukung untuk menentukan cara pendidikan terbaik untuk anak kami.
Thank buat kiriman emailnya, saya tunggu email selanjutnya:)
Thanks buat kiriman artikel2 nya yang semuanya buagus2 dan amat sangat bermanfaat bagi saya dalam mendidik anak2 saya, saya adalah ibu yang bekerja dan kedua anak saya (usia 2 tahun dan 4 tahun) dirumah anak2 dijaga oleh baby sitter dan pembantu namun diawasi oleh ibu saya karena saya tidak sreg meninggalkan anak tanpa pengawasan yang betul2. sehingga hari2 anak saya banyak bersama ibu saya permasalahannya telinga ibu saya terganggu sehingga terbiasa berbicara keras (kalau tdk keras tidak dengar) akibatnya anak perempuan saya ikutan keras kalau bicara padahal saya ingin kalau anak perempuan itu harus lembut. anak laki saya kebalikannya dia berbicaranya tidak keras padahal keduanya dalam lingkungan yang sama, bagaimana ini?
pertama, sya sgt bersyukur bisa gabung dlm sekolah orangtua. Jujur, sy sgt menyesal karena sy merasa blm bisa menjadi ortu terbaik. meskipun y telah berusaha selalu memberikan kalimat positif, namun pd kenyataannya entah karena sy jg kecapekan pada saat pulang kerja, tetap saja ada beberapa kata negatif yg muncul. anak sy kembar dan mereka seolah2 berkolaborasi utk membikin kami jengkel. meskipun begitu kadang mereka juga sangat membanggakan. di usia yang 5,5 tahun mereka bekerjasama untuk jualan mainan sampe mereka jual di pasar atas inisiatif mereka sendiri. that’s amizing me… saya sgt sgt berharap pak ariesandi dan team sering memberi artikel karena artikel2 ini sangat membantu kami. mekipun kami bukan orang tua terbaikx, tapi kami ingin mereka menyayangi kami dan bangga memiliki orang tua seperti kami. apa yang harus kami lakukan agar kami bisa mendidik mereka dengan penuh kasih sayang padahal waktu kami bertemu sangat terbatas (krn kami sama2 bekerja)?? than
Terima kasih atas email2nya selama ini dan saya masih akan terus menunggu email2 berikutnya.
Pengalaman pribadi saya, semua yang akan kita lakukan, terutama dalam mendidik anak-anak adalah diri kita sendiri, yaitu mindset kita, kondisi jiwa dan raga kita. Apabila hal tsb selalu dalam keadaan stabil dan kita selalu menjaganya dalam keadaan baik, outputnya pun pasti akan baik.
Sebagai tambahan juga empati. Saya pribadi berusaha berempati terutama kepada anak-anak yang masih dalam pencarian jati dirinya. Seperti misalnya, kalau saya marahi si anak I bagaimana ya rasanya dan dampaknya nanti.
Yang saya tuliskan diatas sebenarnya hanya merupakan sharing dan usaha saya untuk mengingatkan saya pribadi agar saya berkomitmen untuk selalu menjadi role model untuk anak-anak saya, walaupun saya pasti melakukan kesalahan karena saya manusia biasa.
Dear Bpk Ariesandy Dkk,
Thx allot ya atas artikel anak2 yg bingung, bagus banget dan berbobot. tapi kok,..saya rasa sulit ya untuk menjalankanya,karena butuh kesabaran yg exstra pastinya. apalagi saya masi tinggal bersama orang tua, jadi hal2 semacam itu sering di lakukan oleh neneknya.terkadang saya sering memberi tahu ibu saya tentang apa saja, ini dan itu yang boleh dan tidak untuj di lakukan terhadap anak saya, tapi sang nenek malah masuk kiri keluar kanan.padahal saya melakukanya agar anak saya benar2 tidak salah didik.tapi bukan bererti saya menilai ibu saya tidak bisa memndidik anak,hanya saja saya ingin anak saya ada dalam pola asuh yang benar.karena kalau saya perhatikan ibu saya suka mengajak bercanda anak saya dengan kata-kata yang kurang sopan, ya saya jadi takut saja kalau2 anak saya besar kelak jadi suka berkata yg tidak2.walaupun ketika saya menegurnya dia hanya bilang main2 atau terkadang lupa!,…menyebalkan…sepertinya artikel mengenai ini penting juga untuk bisa di terbitkan. thx
dear pak ariesandi,
gmn caranya bisa bergabung dengan Parents Club di tempat saya (jogjakarta), dan di mana bisa mendapatkan CD Terapi Hipnosis. Tq.
Edisi ke 2 ini menarik skl bagi saya, namun terkadang kita sering terbawa emosi. Misalnya disaat kita plg krj,badan terasa capek, harus nyiapin makan malam buat suami lagi, melihat anak-anak yang banyak tingkah membuat kita jd emosian. Apalagi yang besar gak mau ngalah ama adiknya.
Yth. Bpk Arie
Orang tua saya dulu mendidik anak-anaknya terlalu was-was, banyak larangan-larangannya. Misalnya di sekolah ketika saya mau ikut camping pada acara pramuka, orang tua saya melarang karena takut nanti jatuh atau hilang. Saya sebagai anak kalau dilarang jadi ikutan takut juga, tidak berani membantah. Sewaktu kuliahpun demikian, disaat saya sibuk dengan tugas-tugas perkuliahan atau sibuk di organisasi kampus sering pulang telat. Mama saya cemas, selalu ditelpon jam berapa pulang dan pulang jangan terlalu malam, gak baik anak gadis pulang kemalaman. Begitupun terhadap adik saya yang laki-laki, terkadang adik merasa jengkel karena dianggap masih kecil, malu sama teman-teman. Kalau saya bilang sama mama agar jangan terlalu cemas, pasti saya yang diomelin. “Kamu pasti merasakan nanti bagaimana susahnya jadi orang tua”, begitu ucapan mama.
Saya tidak ingin hal ini terjadi pada saya nantinya dalam membesarkan anak-anak. Saya minta bimbingan dan arahan dari Bapak Arie, bagaimana mengatasi masalah tersebut agar saya sebagai orang tua tidak seperti mama. Terima kasih.
To: Mr. Ariesandi,
Terimakasih atas emailnya. Semoga bermanfaat bukan untuk saya saja tetapi juga untuk orang-orang sekeliling saya. saya tunggu email2 selanjutnya. Titip salam juga untuk ibu Susan dan anak-anak. Trims banyak.
Terima kasih pak atas kiriman artikelnya,sy jadi mengerti sikap yang harus dilakukan pada anak .
Sy guru konseling disekolah Putri IGBS DARUL MARHAMAH,mengadapi anak putri sulit -sulit gampang.untuk membentuk rasa positif pada diri mereka butuh proses dan kesabaran.santri sy berasal dari berbagai kalangan,mereka dtg dari berbagai faktor keluarga yang sangat beragam.Ayah Bundanya ketika mendaftarkan putri tercinta penuh harapan,kelak anak gadis tercinta akan menjadi anak kebanggaan orang tua.Santriku ketika pertama kali dtg sebahagian tatapan bola matanya penuh tanda tanya,bagaimana sy nanti disini,apakah disini tempat sy menggantungkan cita – cita.ada juga yang yg optimis bahwa disinilah tempat sy meraih cita – cita.sebagian ada juga yang berpikir,Ayah Bunda tidak sayang menitipkan sy jauh dari mereka.Mereka dtg dengan pikirannya masing-masing,Subhanallah sesuai dengan perjalanan waktu,mereka berkembang menjadi putri yang cantik yang memahami ttg kehidupan dan cita – cita.Santriku kadang mereka begitu polos memahami kehidupan ini,kadang juga berontak kalau tidak sesuai dengan keinginan,kadang bersikap begitu manis dan kadang juga terkesan masa bodoh.Sy teringat dengan orang tua wali santri kami Ibu Ira,yang menitipkan anaknya ke IGBS DARUL MARHAMAH ,Ibu tersebut punya Pustaka Inti dan mengarang buku yang telah beredar dengan judul MENDIDIK DENGAN CINTA.Sy senang dgn judulnya dan isi buku tersebut,hanya dengan cinta rasa lelah mendidik anak dan murid akan menjadi ringan,cinta mengalahkan rasa marah krn anak atau murid tdk sesuai dgn keinginan,cinta juga menggantungkan harapan kpd anak dan murid agar mrk menjadi anak yang Di Cintai oleh ALLAH.sy berterima kasih kpd Pak Ariesandy Dkk telah mengirim artikel pada sy,semoga Allah mencintai anda Dkk.Semoa Santri sy juga memahami bahwa orang tua,guru teman – temanya juga mencintai mrk.Sy juga teringat pernah membaca sebuah artikel disurat khabar pada hari ibu,ada seorang anak ketika dewasa menjadi penjahat dan akhirnya dia dijatuhkan hukuman mati,sebelum dihukum mati,sang hakim memberi kesempatan padanya permintaan terakhirnya.anak muda tersebut meminta agar dia bisa dipertemukan dgn ibunya,sang hakim mengabulkan permintaan tersebut.ketika bertemu dgn ibunya,anak muda tersebut,ingin mencekik ibunya,sang hakim sangat terkejut,krn dia mau membunuh ibunya.Anak muda itu dengan panik,marah dan kecewa pada ibunya,krn ibunyalah yang membuat dia akhirnya akan dihukum mati.Ibu yang juga sedih melihat anaknya,tdk menyangka bahwa pola Asuh yang dilakukanya menyebabkan anaknya akan dihukum mati,apa yang dilakukan ibu,ketika sang anak berusia dibawah 5 thn,sang ibu sering belanja kepasar tradisional dan membawa serta anaknya.ketika ibu memilih cabe atau sayuran yang lain,bocah tersebut juga sibuk mengambil jualan yang lain yang bisa dimakan yaitu pisang atau apapun yang menarik bagi dirinya.ketika pulang bocah ini bilang,ibu sy ambil makanan ini di pasar,tapi ibu tdk menanggapi,malah bilang ya sudah sana main,setiap anak itu membawa apapun kerumah tdk pernah ditegur oleh sang ibu,yang akhirnya anak menilai perbuatan dia adalah wajar dan itu dibenarkan.dan dia meminta pertanggung jawaban ibunya.Anak belajar dari kehidupan.Belajar dari kehidupan awal adalah dari sang ibu.Anak muda tersebut dibesarkan dengan cara tdk menghargai milik orang lain dan membiarkan dia membawa pulang yang bukan haknya. Semoga kita menjadi ibu yang dicintai oleh anaknya.
Pak Ariesandi,
Saya memiliki dua anak yang masih kecil (3 th dan 9 bln). Selain sebagai ibu rumah tangga, saya juga bekerja. Dari berbagai artikel, saya banyak memperoleh informasi bagaimana mendidik anak yang baik dan saya selalu punya keinginan untuk menerapkannya. Namun pada saat kondisi capek, sulit untuk mengontrol emosi, apalagi kalau sang kakak masih saja gak mau kalah dengan adiknya. Sejak adiknya lahir, si kakak memang terlihat agak cemburu dan kadang memperlakukan adiknya dengan agak kasar (nyubit, mukul atau mendorong) adiknya. Kalau si adik saya pangku/gendong, dia akan bilang “adik sama bapak/embah aja”. Bagaimana seharusnya saya memperlakukan si kakak? Mohon informasinya dan terimakasih.
P.Ariesandi, sy memiliki 2 orang anak (putri 4,5th & putra 2,5th) dan sy adalah ibu yang bekerja, kedua anak sy sangat dekat dengan sy, begitupun sy sangat dekat dengan keduanya, mereka selalu tidur dengan sy sejak bayi, kalaupun sy pergi tidak pernah sy tinggal, artinya kemanapun sy pergi selalu membawa 2 anak sy,
namanya juga anak2 kadang mereka ribut kalau dibilangin gak mempan, maka sy selalu mengancam akan pergi (minggat) atau kerja tapi gak pulang (itu senjata saya yang terakhir) karena dengan ancaman tsb anak sy lgsg berhenti ribut (kertengkar) dan lari memeluk sy. apakah tindakan sy ini benar? apakah tdk ada dampak negatifnya?
Selamat malam ibu Yuyun,
Tampaknya si kakak sedang mengalami kekosongan tangki cinta sehingga dia agak cemburu melihat kedekatan ibu dengan adik. Ibu dapat mulai mengisi tangki cinta kakak. Ada beberapa artikel dalam web ini yang berhubungan dengan tangki cinta. Jika ibu ingin belajar lebih detil lagi, ibu dapat membaca e learning SO yang kan dilaunching bulan Juli. Beberapa klien SO yang ditangani melaporkan bahwa anak-anak mereka mengalami perubahan perilaku ketika tangki cinta mereka diisi.
Mengenai mengontrol emosi, kita sebagai orangtua juga manusia biasa yang memiliki batasan diri. Nah, jika kita telah menyadari ini maka ada baiknya kita tarik napas atau ambil jeda sebentar sebelum memutuskan reaksi apa yang akan kita berikan pada anak kita.
Semoga membantu.
Selamat malam ibu Ella,
Tentu saja ancaman demikian memiliki dampak yang negatif terhadap anak, terutama pada rasa amannya. Rasa aman akan berpengaruh terhadap kemampuan adaptasi dengan lingkungan dan rasa percaya dirinya. Memang benar terkadang anak sering ribut tanpa memikirkan orang-orang disekelilingnya. Untuk itu, ibu perlu mengajarkan anak ibu cara menangani konflik diantara mereka sendiri. Ibu dapat mempelajarinya dari beberapa artikel yang ada di web ini atau DVD/VCD yang kami sediakan. Bulan Juli, kami akan meluncurkan program e learning mengenai perkembangan anak.
Selamat mencoba.
terimakasih atas Tipsnya.
memang susah jadi orang tua yang baik, tapi saya akan trus belajar (mengapa tidak??? jika akan menghasilkan sesuatu yang baik)
Tentunya dengan info-info dan tips tips yang saya dapat.
Memang si kakak sering cemburu dengan ucapan-ucapan yang seringkali berkesan lebih sayang pada adiknya tetapi sebenarnya sayang orang tua sama ke semua anak, hanya karena adiknya lebih kecil jadi berkesan seperti itu. Harus selalu mengalah. (Kakanya usia 9 tahun 23 des 2009 sedangkan adiknya 9 bulan tanggal 10 des 2009)
Juga masalah membelikan sesuatu, tentunya adiknya akan lebih sering beli pakaian karena usia tersebut pertumbuhannya lain dengan pertumbuhan usia kakanya. dia sering bilang, adik dibeli in baju trus, kakak nggak sebanyak adik kalau beli baju. Apakah dia mengerti jika saya jelaskan dengan kata – kata karena baju adik cepat kekecilan jadi mau tidak mau adik harus beli pakaian lagi? tapi tetap dia suka cemberut.