Suatu sore sepulang dari kantor, saya menjumpai anak saya di ruangan bermain sedang mencari-cari sesuatu. Begitu melihat saya datang, Fio melonjak kegirangan, “Pa, bantuin cari roda mobilnya Koko yang lepas!”
“Oke, sebentar Papa ganti baju dan cuci tangan dulu ya!”
Setelah selesai berbenah dengan diri sendiri, maka saya pun menjumpainya di ruangan bermain. Ia masih melongok ke berbagai sudut dan kolong lemari mainannya. Wajahnya sedih sekali dan tampak tak bersemangat.
Sebenarnya saya pun capek sekali. Inginnya sih duduk minum juice apukat.
Setelah itu tak berapa lama saya menyadari diri saya sudah berada di kolong kursi dan lemari, mencari-cari benda ‘tak berharga’ itu. Fio sangat ingin saya menemukannya. Saya mulai menggeledah bantalan kursi, kotak mainan yang baru saja dipakainya, bagian belakang lemari mainannya dan berbagai sudut ruangan. Saya mendadak menjadi budak yang patuh bergerak kerepotan di antara tempat yang bagi saya asing dan berdebu.
Fio menguntit saya dengan gelisah sambil terus menggerutu, “Hmmm ke mana sih roda mobilnya?” kemudian mulai memberikan saran-saran yang semakin membingungkan saya.
Selama pencarian banyak pikiran berseliweran di kepala saya. Tiba-tiba beberapa jenis pikiran memuncak, “Sedang apa saya ini, mengaduk-aduk ruangan dan lemari dekil mencari sebuah roda mainan konyol yang tak berharga. Bagaimana mungkin saya bisa merunduk begini rendah? Mengapa saya menuruti keinginannya yang begitu mendadak?”
Saya menyadari semenjak kelahiran anak pertama saya, kehidupan berubah total. Berapa banyak waktu saya tersita oleh kegiatan-kegiatan konyol dan melelahkan seperti ini. Kadang saya merasa menjadi tawanan seorang penguasa kecil yang gila. Seperti kata, siapa itu ya, psikiater Inggris yang mengatakan bahwa keluarga adalah sebuah tungku penempaan kegilaan, uhh masa bodoh mengingat itu semua.
Tiba-tiba suasana hati saya berubah. Entah kenapa beberapa hal kecil yang seolah tampak bertentangan berseliweran dalam pikiran saya membuat saya menjadi lebih besar. Di saat saya merunduk rendah seperti ini, saya merasakan semangat saya tiba-tiba membubung. Hanya dengan membantu seorang anak saya merasa jauh lebih terbuka. Bagaimanapun ada bagusnya juga saya bergeser dari sebuah dunia hebat tempat semuanya jelas beralasan ke sebuah ruangan suram tempat bersembunyinya pretelan-pretelan kecil tak berharga yang terlupakan. “Hai Ariesandi, siapa kamu? Bukankah masih ada sosok anak-anak dalam dirimu? Bukankah selama ini kamu punya prinsip bahwa kita bisa belajar di tempat manapun juga dan dari siapapun juga dalam situasi apapun juga?” demikian sebuah kesadaran yang muncul mengagetkan saya.
Sayapun menarik napas panjang, menatap mata Fio yang polos, mengendorkan keseriusan saya dan kemudian dengan bersemangat mengatakan, “Papa akan carikan sampai ketemu, oke!” dan sayapun melihat kelegaan menyelimuti dirinya. Seolah tahu bahwa ia mempunyai tempat berlindung yang tepat dan bahwa dirinya akan selalu aman bersama dengan orangtuanya.
Tak berapa lama saya berhasil menemukan roda mungil itu!!! Ohhhhh senangnya, saya pun teringat film Dora, seketika terngiang suara Fio menyanyi menirukan lagu Dora sambil berjingkrak di depan film kesayangannya itu, “Berhasil, berhasil, berhasil, horeee!” Fio pun segera memasang roda itu dan mobil-mobilan tersebut kembali utuh.
Sayapun termangu memandanginya serius menatap mobil-mobilan itu. Saya mengingat kembali momen-momen kecil seperti ini. Tak seberapa hebat sih, tapi kalau dikumpulkan koleksi saya banyak juga.
Sudah jelas dulu sebelum menjadi orangtua, saya punya lebih banyak waktu untuk diri sendiri. Saya bisa membaca, menulis, berpikir dan menikmati musik sambil meditasi tanpa gangguan. Meningkatkan kesadaran diri di atas dunia personal saya yang kecil. Sekarang ini sebaliknya, saya mencari-cari roda kecil konyol, memasang isolasi pada mobil-mobilan yang retak, melekatkan stiker pada mobil balap kecil dan berbagai kegiatan membuang waktu lainnya. Di penghujung hari saya kecapekan.
Tapi hidup saya jadi terasa lebih dalam dan lebih kaya dibandingkan sebelumnya. Saya jadi mengerti bahwa setiap momen dalam kehidupan sebagai orangtua, betapapun menjengkelkannya dan sepelenya, berisikan kejutan-kejutan tersembunyi serta banyak kesempatan untuk meningkatkan diri menuju cahaya kebijakan yang lebih baik.
Hidup bersama anak-anak kita memperkaya dan mengubah kepribadian kita menjadi lebih baik, asalkan kita mau menggunakan kesempatan itu. Rasa-rasanya seperti belajar di sebuah kursus super intensif yang mengajarkan semua pengalaman besar dalam kehidupan, yang memberi kita pemahaman lebih kental dan perhatian lebih tajam pada keindahan, cinta, kepolosan, permainan, derita dan maut, kesabaran, kebenaran, identitas, rasa syukur, masa lalu, kecerdasan, pengajaran, keleluasaan dan masih banyak lagi.
Terima kasih anak-anakku, Fio, Aldo dan Rio.
Komentar dan masukan tentang artikel ini akan sangat bermanfaat bagi semua orang. Silakan isi form komentar di bawah ini. Terimakasih sebelumnya!
Terima kasih buat artikel-artikelnya yang membuat saya bangga menjadi orangtua dan semakin semangat untuk mendidik serta memberikan waktu luang untuk kedua anak saya. Once again thank you. GBU
Terima kasih atas artikel-artikel Bapak yang sangat bagus. Saya sangat terinspirasi dan menjadi semakin giat belajar menjadi orangtua. Semangat mendidik saya juga semakin bertambah, baik terhadap putri-putri saya maupun terhadap teman-teman sesama orangtua. Keep inspiring us. Thank you.
Terima kasih kepada Anak ” Sang Guru “. Tanpa engkau sadari, engkau adalah Pelita yang selalu bercahaya dan bersinar. Cahayamu menerangi kegelapan hati orang tua yang sadar dan menyadari bahwa anak adalah sang guru. Cahayamu selalu hadir di relung hati orang tua yang penuh kasih sayang dan Cahayamu akan redup manakala cinta kasih sirna dalam kehidupan kebendaan. TQ
Makasih Pak Ari dan Pak Kanto, artikelnya membuat saya lebih menghargai dan mencintai anak-anak. Anak-anak ternyata tidak seperti yang kita pikirkan, seolah mereka masih kecil dan tidak tahu apa-apa. Padahal di balik keluguannya saya bisa belajar sejuta makna arti hidup dan cara menyikapi hidup. Saya semakin bangga dengan anak-anak saya khususnya. Pak Sukanto dan Pak Ari, tolong kirimkan artikel lain tentang cara membangun komunikasi yang efektif antara sekolah dan orang tua. Sekali lagi terima kasih, saya bangga mempunyai Anda.
Betul Pak, Anda telah menjabarkan dengan tepat apa yang saya rasakan selama ini, karena sejak menjadai orangtua dari 2 anak yang sangat manis, saya menjadi lebih sabar, percaya diri dan lebih kuat menghadapi tantangan hidup. Terimakasih untuk artikel Bapak, membuat saya semakin semangat mendidik anak-anak saya.
Terimakasih Pak, sekarang saya mencintai anak-anak saya lebih dari sebelumnya. Artikel-artikel Bapak menyadarkan saya bahwa pekerjaan menjadi orangtua (ibu) bukan sekedar melahirkan dan menyusui. Saya pasti berhasil…..!
saya akan selalu berusaha jadi bapak yg baik, I Love my boy……
karena sesungguhnya ketika anak di hadapan kita adalah sebuah buku yang harus dan selalu kita baca dan kita maknai tingkahnya. pelajaran dari “sang anak” selalu datang dan mengkritisi kita.
karena sesungguhnya anak bukan hanya sebagai guru tapi cermin yang jujur !!!!
memang pada dasarnya kita sebagai orang tua lebih banyak belajar memahami manusia melalui anak kita. anak kita merupakan media belajar bagi orang tua dalam memahami kehidupan ini.
salut mas arie
salam dari malang
Kemarin saya mengajari anak saya yang kelas satu mata pelajaran sains yang memiliki topik bahasan mengenai rasa. Kita saling tebak-tebakkan mengenai makanan dan bagaimana rasa makanan itu, lalu tiba-tiba anak saya bertanya pada saya, ‘Mommy, kalau rasanya mommy itu apa ya?’ hmmmm saya sempat pikir-pikir….’mungkin kecut sayang, karena mommy belum mandi’ yang saya jawab sambil ketawa. Ternyata anak saya menjawab dengan serius,’ nggak, mom, kamu itu rasanya manis….sekali, soalnya kamu baik’. Mendengar jawaban itu saya terharu sekali….. Hari itu saya disadarkan bahwa sebetulnya anak kita adalah guru yang luar biasa dalam hidup saya, yang bisa mengajarkan pada kita bagaimana mencintai dengan tulus melalui hal-hal kecil yang tidak mungkin bisa saya lupakan seumur hidup saya. Jadi saya setuju sekali kalau mengatakan anak adalah guru yang terhebat.
dari tiada menjadi ada. Dari bayi tumbuh menjadi bocah kemudian berkembang menjadi anak dan menjelma menjadi remaja dan dewasa sebelum akhirnya tua. Dalam setiap sesion atau fase pertumbuhan dan perkembangan manusia semua ada irama dan warnanya sendiri-sendiri. Semua yang bapak tulis maupun bapak narasikan dalam artikel-artikel bapak memang banyak benarnya, ya memang seperti itulah jalan kehidupan manusia. Hanya banyak diantara kita para orang tua yang tidak pandai menyadari keadaan. Oleh karena itulah artikel-artikel bapak banyak menginspirasi dan menyadarkan banyak orang tua untuk menjadi orang tua yang sebenarnya bagi anak-anaknya. Bukan sesuatu yang luar biasa sebenarnya. Terima kasih an bapak terlah mau berbuat untuk kita semua. Salam dari Fredriko dan keluarga.
saya setuju sekali bapak, bahwa anakku adalah *guru* yang paling hebat, saya banyak belajar dari mereka, belajar bersabar, belajar menahan diri dan emosi, bahkan pak Ariesandi, ketiga anak saya ( 19th, 15th, 13th) sudah bisa menasihati saya kalau saya lagi emosi, kata2 seperti “sudahlah ma, biarin ajalah, ma…ah mama kan bisa ditunda….”dan kalimat2 lainnya sering muncul dari mulut mungil mereka, saya jadi malu
Semakin anak2 beranjak besar, saya bersyukur bisa menjadikan mereka teman curhat, dan terhadap hal-hal yang bersifat materi saya selalu mendahulukan kepentingan mereka, karena selalu terbayang wajah2 polos mereka
Salam kami sekeluarga, thanks
Saya sangat bersyukur dengan adanya Artikel dan temah serta pengalaman dari Ibu dan Bapak yang boleh di sharing kepada orang tua yang membutuhkan terutama kepada saya. Khususnya dari bapak Ariesandi.Benar bahwa anak adalah bagian dari hidup kita. Namun sering saya cepat emosi dan rasa kedengkian kadang cepat meledak. Tapi dengan artikek dari bapak saya berusaha untuk menahan emosi dan kesebalan yg muncul apabilah anak cepat merenggek-renggek.
Saya berusaha untuk lebih mencintai anak dan memberikan perhatian yang penuh.
Salam kami sekeluarga,thanks so much.
Makasi banyak bapak atas artikelnya yg bisa saya lebih menahan emosi dan semakin mencintai anak saya.
Salam kami sekeluarga,Thanks so much
Alhamdulillah..terimakasih atas artikel2nya bp ariesandi berikan…dgn bergabung di web sekolahorangtua.com benar2 telah membuka mata, hati, jiwa dan fikiran saya sebagai seorang ibu yg selama ini ternyata msh sangat kurang sekali perhatian sy kpd anak2 yg apalagi sy bekerja dikantor setelah membaca artikel “anak :guruku terhebat” betapa tersentuhnya hati sy knp sy tidak bisa sprti p ariesandi mulai hr ini detik ini insyaAllah ijinkan sy ya Allah untuk benar2 bisa mengemban amanah dariMU ini dan tlg do’akan kami p’ariesandi…sekali betapa brsyukunya sy bisa brtmu dgn parenting ini dikrenakan jarak yg jauh, karena sy di cilegon mgkn sy hny bisa belajar via net di sekolahorangtua.com. jgn bosan2 tuk skalu kirim kami artikel yg membantu kami dlm mendidik anak kami zaki & hasbi yg sekrg msh duduk dikelas 1 sd dan adiknya 8 bln bisa sukses dunia dan akhirat…
Halo Ummi Zabi,
Senang sekali, bisa berkenalan dengna orangtua pembelajar seperti ibu.
Selain melalui web ini, ibu juga dapat belajar dari rumah melalui produk audio kami maupun menjadi anggota Super Family Class yang kami adakan secara online.
Salam hangat penuh cinta untuk ibu sekeluarga
Terima kasih buat artikelnya Pak Ariesandi … sangat berarti, selalu memberi spirit baru untuk selalu membuat anak2 merasa dicintai. Sedang sibuk2nya bikin kue, ada saja urusan2 sepele yg anak2 ingin saya lakukan saat itu jg … rasanya jadi ga fokus, kalo dulu udah marah2 aja bawaannya … setelah sering baca artikel dan buku2nya Pak Ariesandi mulai jadi lebih mengerti … kalau bawaannya jadi kesal bisa lama juga anak2 ngambeknya, si sulung belum selesai ngambek, yg kedua ikut2an bt karena kakaknya yg lagi ngambek ga mau diajak maen, jadi tambah ribut, belum lagi si bungsu yg lagi bobo siang jadi terbangun dan rewel… wah, tambah kacau deh, sambung menyambung ribetnya … tp dengan melayani dengan tulus keinginan anak yang tiba2, ternyata malah beres semuanya ^.^ Terima kasih buat artikelnya yang mencerahkan..
So inspiring…
Kemarin saya sempat mengeluh pada suami saya, mengenai waktu saya yang banyak terbuang, ketika memutuskan untuk tidak bekerja diluar rumah, namun ketika selesai membaca artikel ini, saya justru merasa kekurangan waktu, untuk melayani “guru-guru” saya…Thank You for sharing
bersyukurlah kita pada allah bahwa kita masih diberi anugrah anak-anak. merekalah yang mengingatkan kita tentang indahnya hidup, bekerja, bermain, semuanya penuh makna. shg kita belajar kasih sayang, sabar, tersenyum, penuh harap, semangat.
terimakasih artikelnya.
memang karena anak hidup ini indah, karena anak kita jadi semangat, karena anak segalanya menjadi lebih bermakna.
Ini saya rasakan, saat saya mempunyai masalah yang cukup berat yang rasanya sudah putus asa, tapi dengan melihat mereka (anak-anak saya) saya menjadi berani menghadapi segalanya. untuk mereka saya hidup, untuk mereka saya bekerja, untuk mereka segalanya.
Mereka adalah orang orang masa depan.
Terima kasih Pak, artikel itu banyak memberikan teguran pada saya agar lebih banyak meluangkan waktu kita untuk anak-anak. Kita jadi lebih sabar dan memahami dunia mereka.
Terimakasih Bapak Ariesandi, selama ini saya dan istri saya sangat mencinta anak-anak. Tapi ternyata masih banyak yang harus kita lakukan sebagai orang tua, tidak hanya sekedar jadi orang tua biasa. Meski kadang cukup berat, seperti Pak Ariesandi bilang, saat kita pulang kerja, kadang kita sudah capek, kadang kita ogah-ogahan. Tapi mulai beberapa waktu lalu kita sudah berusaha dan menganggap bahwa anak-anak sangat penting keberadaannya dan harus dapat perhatian seperti yang mereka kehendaki dan mendapatkan pengakuan layaknya kita orang dewasa.
Terimakasih atas semua artikelnya, semoga ini bisa bermanfaat bagi kita semua. Salam GBU Always.
terima kasih ,menarik sekali dan kaya akan informasi yg amat dibutuhkan para orang tua yg telah banyak melakukan kesalahan tanpa disadari,maksudnya baik belum tentu diterima anak baik pula.anakku yg kedua sering mengatakan bahwa saya adalah umi yg terbaik di dunia…subhanalloh alhamdulillah..padahal menurut saya masih banyak melakukan kesalahan2 yg membuat dia kecewa.tapi itulah anak ya…mereka pandai sekali memahami & memaafkan ortunya.
Pak, saya seneng banget artikel2nya. Tapi saya ada masalah dengan anak saya yg sering nangis keras dan gak jelas maunya apa, walo sekarang dah kelas 3 SD… dia sering rewel dan nangis ini kalo ada hal kecil yg tidak sesuai maunya dia… gimana ya cara menenangkan dia pada saat rewel itu, krn saya tidak tega untuk menghardik atau memukulnya… terima kasih sebelumnya
anakku guru-ku… wow! amazing! so.. boy would be always boy, right? hehehe… love your child, love your student, because you’ll never know what would you expected. but that moments is sincere, and that what would you get from your mature and routines…
guess I’ll thank again from my teachers! thank you for everything… keep on rolling guys! ;;)
Jadi teringat kejadian beberapa tahun yg lalu, saat putra kami berusia 6 tahun (skrg 10).
Suatu kali, dalam perjalanan pulang stlh menghadiri acara keluarga, kami mampir di sebuah pondok es kelapa muda di pinggir jalan. Sambil minum es, putra saya memainkan sebatang sedotan berwarna hijau, diperolehnya dari tempat kami berkunjung tadi.
Setelah membayar minuman kami dan melanjutkan perjalanan pulang, kira-2 satu kilometer kemudian putra kami teringat: sedotan hijau ketinggalan!!!
Tanpa banyak bicara, suami memutar kendaraan kembali ke sana. Sesampainya, ia datangi pelayan yg melayani kami tadi. Berdua, mereka mengorek-2 kantong plastik tempat mereka mengumpulkan sedotan bekas. Kebetulan gampang, Pak. Karena sedotan hijau hanya satu-2nya (pondok tsb memakai sedotan putih). Stlh dicuci bersih, diberikannya benda menghebohkan itu kpd si kecil, yg menerimanya dgn lega.
Sampai rumah, dia tempelkan di kardus bekas air mineral, yg sdh berubah jd mobil-2an. “Nah, mobilku skrg punya antena spt mobil Bapak…”
Sy bilang: kamu bisa saja menggantinya dgn sedotan manapun. Td itu, 10 mtr di depan ada minimarket, kita bisa mampir utk beli sedotan tanpa harus putar balik..
Jawabnya: iya, sih… tapi sedotan yg manapun tidak akan sesuai dgn imajinasi yg sudah terbentang di kepalanya. Tidak akan pernah sama…
Boys will be boys… They’ll understand each other… ^__^’
Hai ibu Savitri Wibisono,
Satu lagi pengalaman yang menginspirasi para orangtua telah ibu bagikan di forum ini. Sharing ibu pasti akan menambah pengalaman bagi banyak orangtua lainnya.
Terima kasih ibu.
sangat baik sekali artikelnya, terimakasih, sudah membuka mata kita, kusunya kami bapak2 yang berada di pelayaran yang jauh dari keluarga
trims. selama ini saya selalu kekurangan ilmu utk menhadapi putra2 saya yg selalu punya kejutan yg membingungkan.