ArtikelParenting

Kedekatan Fisik Tidak Sama dengan Kedekatan Emosional

family2.jpg Ibu Ani, bukan nama sebenarnya, kebingungan menghadapi anaknya yang baru saja kelas 1 SD. Tingkah lakunya menjadi susah dikontrol dan sering dimarahi guru di kelas. Ia dilaporkan sering berjalan-jalan di kelas mengganggu teman-temannya ketika pelajaran berlangsung. Di rumah pun demikian, adiknya tak pernah lolos dari gangguannya. Hal ini terjadi sejak ia mulai masuk kelas 1 SD. Selain itu motivasi belajarnya juga naik turun namun banyak turunnya.

Sampai suatu saat guru kelasnya angkat tangan dan menyarankan orangtuanya untuk pergi ke psikolog dan melakukan tes IQ. Setelah beberapa hari keluarlah hasil tes yang dimaksud yang menyatakan bahwa si Erik, anak Ibu Ani, normal-normal saja. IQ nya 122 skala Weschler. Saran dari tes tersebut adalah Erik perlu pendampingan yang lebih konsisten dan diperhatikan kebutuhan emosionalnya.

Saudara Ibu Ani, teman baik saya, menyarankan Ibu Ani pergi menemui saya sekedar untuk mendapatkan wawasan dan bertukar pikiran. Singkat cerita saya pun menemui Ibu Ani, suaminya dan teman saya tersebut, sekaligus melepas rindu karena lama tak ngobrol lagi dengannya sejak kami berpisah sewaktu lulus SMA.

Setelah membaca hasil tes IQ Erik saya bertanya pada Ibu Ani beberapa hal. Ibu Ani tidak bekerja, ia sebagai ibu rumah tangga yang sehari-hari mengurus pekerjaan rumah tangga dan 2 orang anaknya. Ia mengeluh mengapa waktu yang ia curahkan untuk si Erik seakan kurang. Apalagi sejak kelahiran adiknya maka si Erik suka sekali mencari perhatian dengan melakukan berbagai hal yang aneh-aneh.

Satu hal yang perlu kita sadari tentang kedekatan orangtua dengan anak. Banyak orang mengartikan kedekatan orangtua dengan anak hanyalah kedekatan secara fisik. Seperti suami Ibu Ani, ketika saya tanya berapa banyak waktu yang ia curahkan pada Erik secara rata-rata dalam sehari. Ia mengatakan bahwa setiap pulang kerja ia selalu menemani Erik. Dan itu terjadi hampir tiap hari kecuali kalau ada tamu.

Kemudian saya menggali lebih dalam lagi untuk tahu apa yang ia lakukan sewaktu bersama Erik. Ia pun menjawab bahwa mereka berdua nonton TV. “Oke saya harap anda berdua menonton film edukasi bagi si Erik, jangan nonton sinetron yang banyak adegan kekerasan, manipulasi, iri dan dengki”, kata saya.

“Lha mana bisa Pak, Papanya suka nonton sinetron kok!”, sahut Ibu Ani tiba-tiba.

“Oke Pak, kalau begitu bolehkah saya tahu satu hal lagi? Apakah yang Bapak lakukan sewaktu nonton TV dengan Erik?”, tanya saya lebih spesifik pada suami Ibu Ani.

“Ehm, ya nonton aja Pak sambil terkadang peluk Erik”, katanya. Dan saya pun segera bisa menebak apa yang kurang pada si Erik. Kedua orangtua Erik hanya dekat secara fisik dengan anak mereka namun tidak ada keterlibatan emosi yang mendalam.

Kebanyakan orangtua bertindak sebagai “supervisor” bagi anaknya. Ketika sang anak pulang sekolah maka serentetan “pertanyaan rutin” dan bisa ditebak pasti meluncur menyerang si anak. Sambil menggandeng tangan anak maka muncullah pertanyaan semacam ini :

  • “Tadi ulangannya bisa atau tidak?”
  • “Ada PR atau tidak?”
  • “PR mu tadi benar atau tidak?”
  • “Besok ulangan apa?”
  • “Makanannya tadi habis atau tidak?”
  • “Kamu tadi nakal atau tidak?”
  • “Kamu tadi dihukum atau tidak?”

Dan terjadilah percakapan mekanis yang berulang dari hari ke hari selama anak itu sekolah. Bisa jadi itu pertanyaan yang sama yang akan diucapkan pertama kali saat anak pulang sekolah dari SD sampai SMU. Dan inilah yang sering dimaksud oleh para orangtua dengan “kedekatan dengan anak”. Ya …… memang itu kedekatan tapi lebih banyak kedekatan secara fisik saja.

Sama juga dengan ketika memandikan anak, mengajaknya nonton VCD bersama atau mengajaknya jalan-jalan. Ada yang melakukannya dengan sepenuh hati sambil bercakap-cakap santai dengan si anak ada juga yang hanya sekedar melakukan hal itu semata-mata karena kita memang harus melakukannya. Bukan dengan sepenuh hati.

Lalu bagaimana caranya agar kedekatan kita bermakna bagi anak? Pastikan kita mengetahui apa yang ia rasakan. Katakan pada anak sewaktu ia pulang sekolah “Halo Sayang, bagaimana harimu? Apa yang kamu rasakan hari ini? Bersemangat atau gembira atau tak sabar menanti hari esok karena ada suatu kejutan?”

Setelah ia menanggapi jangan berusaha menasehati apapun, cukup dengarkan saja. Kalau ia mengatakan sesuatu yang positif maka katakan “Wow, Mama/Papa ikut senang mendengarkan pengalamanmu hari ini. Terus … terus apa lagi?”

Kalau ia mengatakan sesuatu yang negatif cukup katakan,”Oh, Mama/Papa ikut sedih mendengar hal itu. Mama/Papa juga pernah mengalami perasaan seperti itu. Kamu mau mendengar bagaimana Mama/Papa mengatasi perasaan itu?” Dan kemudian ceritakan tanpa bermaksud menggurui. Setelah itu berikan pelukan hangat padanya.

Ingatlah sewaktu mendengarkan anak bercerita atau mengungkapkan perasaanya maka pastikan kita tak melakukan apapun atau mengerjakan apapun. Tatap matanya dan dengarkan dengan penuh perhatian. Jika ada telepon dan itu bisa ditunda cobalah untuk tidak menanggapinya terlebih dahulu jika memang Anda memandang anak lebih penting. Dalam hati terdalam seorang anak ia ingin dinomorsatukan oleh papa atau mamanya.

Selain itu perhatikan tangki emosional anak kita. Tangki emosional atau tangki cinta ini kita penuhi melalui bahasa cinta yang tepat. Ada lima bahasa cinta yang bisa kita berikan pada anak tergantung mana yang dominan. Kelimanya adalah layanan, kata-kata pendukung, hadiah, sentuhan fisik, dan waktu berkualitas. Jika tangki emosional seorang anak penuh maka ia mudah diajak kerja sama dan mudah menurut serta memiliki motivasi tinggi.

Karena keterbatasan ruang maka hal mendetail mengenai bahasa cinta, bagaimana menemukan yang utama dan apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan bisa Anda baca di artikel sebelumnya atau bisa juga dengan melihat secara komplit di DVD Tangki Cinta yang berdurasi 3 jam.

Related Articles

18 Comments

  1. Sore mas…

    Mas anak saya mendekati sifatnya dengan erik, saya tahu jika suami saya bersedia meluangkan waktu bersamanya anak saya Insyaallah tidak akan menjadi anak yang sangat egois. Permasalahannya bagaimana saya bisa mengajak suami saya untuk bisa bersama-sama bertanggung jawab dalam membesarkan anak.tq

  2. Saya juga seperti mba Wullan, pak. Suami saya sukar sekali diajak dekat dengan anaknya…(pada dasarnya dia memang pendiam, dan dari kelg yang tak harmonis, jadi tak punya model peran ayah yang semestinya).
    Sehari-hari dia selalu sibuk, kalaupun ada di rumah juga lebih senang menyendiri..
    tinggal saya yang kerepotan sendiri. Padahal saya juga bekerja. Rasanya sulit sekali untuk mengajarkan kebersamaan pada suami saya, apalagi pada anak saya, yang sudah tampak sulit berbagi…
    Bagaimana ya caranya menghadapi suami spt itu?
    Saya nyaris putus asa ini Pak

  3. Selamat sore Pak,
    Saya bekerja dari jam 08.00-jam 17.00 sore, rasanya waktu habis untuk bekerja. Tapi saya berusaha berkomunikasi dengan anak-anak saya setiap mereka pulang sekolah. 7 pertanyaan seperti pak Ariesandi katakan di atas, sama dengan yang saya tanyakan pada anak-anak. Lama-lama jawaban mereka nggak fokus dan kesannya pingin menutup telphone. Saya tanyakan: Kenapa kok buru-buru mau ditutup. Mamah belum selesai ngomong lho? mereka jawab: bosan ah…, nanyanya gitu melulu. Dengan membaca artikel ini saya surprise banget pak. Terus terang saya pingin sekali DVD Tangki Cinta…itu.
    Terima kasih

  4. Dear Ilyas,
    DVD Tangki cinta hanya bisa dibeli di sekolahorangtua.com.
    Sekarang ada promo hingga 20 Des’08 yaitu potongan harga 30% dari harga normal Rp100.000,- + ongkos kirim.
    silakan klik link berikut untuk informasi lebih detail pada artikel Saya Menyayangimu, Nak! di web sekolahorangtua.com
    salam

  5. Pada umumnya kita lupa bahwa anak merupakan aset kita yang sangat berharga. Bila kita dapat mendidik anak sedemikian rupa sehingga nanti bisa cepat mandiri dan mungkin punya karier lebih baik dari kita, disitulah kita rasakan apa gunanya anak. Menurut Glenn Doman pendidikan anak sebenarnya bisa dimulai waktu masih dalam kandungan, semakin awal semakin baik. Kenakalan/kerewelan anak sebenarnya merupakan cerminan keingin-tahuan/kemauan anak untuk belajar apa saja dari sekelilingnya. Kalau kita tidak menanggapinya dengan baik, alangkah sayangnya bahwa kita telah melewatkan kesempatan “emas” itu.

  6. Sore mas…

    Anak saya memang baru berusia 18 bulan, laki-laki, dan belum banyak kosakata yang dikuasai.
    Suami saya sukar sekali diajak dekat dengan anaknya…(pada dasarnya dia tak punya model peran ayah yang semestinya, di dalam keluarga didominasi oleh ibu).
    Sehari-hari dia selalu sibuk, kalaupun ada di rumah juga lebih senang bekerja di depan komputer atau tidur.. Kalaupun berinteraksi dengan anak lebih banyak bermain2 yang melibatkan motorik, yg akibatnya anak saya bisa dibilang agak hyperactive.
    Akhirnya saya yang kerepotan sendiri. Padahal saya juga bekerja. Bagaimana ya caranya menghadapi suami spt itu? Padahal saya yakin kalau suami saya mau lebih ikut terlibat, pasti lambat laun akan memancing komunikasi dan kemampuan bicara anak saya.
    Terima kasih banyak sebelumnya.

    1. dear Ibu Emma,
      apa yang dialami ibu sering dialami oleh keluarga yang lain, dalam hal ini suami – kemungkinan – memandang bahwa tugas dan tanggung jawab mendidik dan mengasuh anak ada pada ibu sedangkan harusnya tidak seperti itu. Untuk mengatasi hal ini Ibu bisa lakukan edukasi pada suami dengan cara tidak langsung. Misal cerita tentang pihak ketiga yang mengalami masalah yang sama / mirip dengan ibu dan bagaimana mereka menyelesaikannya atau bisa juga dengan memutar CD / VCD pembelajaran dari sekolahorangtua.com dengan sengaja di dekat suami sehingga mau tidak mau ia juga bisa belajar. Karena jika orang lain yang berbicara maka suami Ibu kemungkinan besar akan mendengar. Salam sukses dari kami team sekolahorangtua.com

    1. dear Adry,
      Jika ingin belajar lebih jauh melalui DVD TAngki Cinta Anak silakan masuk ke web sekolahorangtua.com dan klik menu products lalu scroll aja ke bawah dan cari DVD yang dimaksud
      salam sukses

  7. Kehadiran dan percakapan Anda melebihi ribuan hadiah (buat anak-anak Anda). Saya selalu bertanya setiap kali Queency anak saya bangun tidur.
    Pagi Queency, Queency mimpi apa semalam? Bebek jawabnya sambil tersenyum. Ayo berjuang menjadi orang tua yang hebat! Salam

  8. Pagi Pak..
    Anak saya udh 14bln tapi belum bisa panggil mama..Dia lebih dekat dengan papanya. Menurut perasaan saya anak saya kurang begitu mau dengan saya, karena waktu saya sedikit sekali untuk bermain dengannya. Saya dan suami bekerja. Pagi saya hanya sempat memandikan, karena saya harus mengerjakan pekerjaan rumah. Pulang kerja cm main sebentar krn jam setengah 8 sudah waktunya tidur. Dia lebih banyak bermain dengan keluarga saya yg lain dan papanya juga. Apa yg harus saya lakukan ya Pak?saya tidak mau anak saya jauh dari saya.
    Terimakasih sebelumnya. Salam

  9. dear ibu Maagdalena,
    untukk kasus Ibu ini sebenarnya hanya Ibu yang tahu jawabnya. Silakan tutup mata dan kemudian tanyakan pada diri sendiri apa yang harusnya dilakukan. Ikuti kata hati Anda. Mendapatkan penghasilan itu penting bagi sebuah keluarga namun penghasilan juga bisa didapat sambil tetap punya waktu yang cukup bagi anak. Selain itu kita juga harus punya skill untuk memanfaatkan waktu dengan efektif. DVD Tangki Cinta Anak sepertinya wajib Ibu pelajari. DVD ini bisa dibeli di sekolahorangtua.com

    salam hangat

  10. malam pak… Saya mempunyai putri tunggal umur 10 thn. anak saya mempunyai sifat yg temperamental,.dan suka melawan,kalau diberi tau tidak mau nurut. Saya sdh byk membaca buku ttg masalah saya dan anak sy itu,bahkan sudah mendatangi bbrp psikolog,tapi smp skrg belum ada perubahan,sy ingin membeli DVD bapa,tp kok ada sdkt keraguan,mengingat,usaha sy yg belum ada kemajuan dlm mendidik anak saya itu.Saya kadang berangan angan seandainya ada supernanny di jakarta ini spt yg disiarkan salah satu station tv,mgkn masalahnya akan lebih mudah.Mohon sarannya dari bapak.trimaksh.

  11. Halo ibu Hetty,
    Supernanny terbaik adalah ibu dari anak-anak mereka lho…
    Jika ibu mengamati dari tiap episode supernanny, tips terpenting adalah bagaimana kita dapat memahami anak kita dan mengisi tangki cintanya (misalnya waktu bermain bersama antara orangtua-anak). Jika kita mampu mengenali bahasa kasih anak kita, kita akan lebih mudah untuk berkomunikasi dengan anak. Biasanya, proses pendisiplinan anak hanya berisi tuntutan terhadap anak namun kurang memperhatikan faktor emosi dari anak. Itulah penyebab dari banyaknya kegagalan dalam mendidik anak.
    JIka ibu menginginkan sebuah perubahan yang menyeluruh untuk keluarga ibu, kami menyarankan ibu untuk mencoba free trial dari Super Family Class. Di SFC, para orangtua akan diajarkan bagaimana membangun sebuah sistem dalam keluarga sehingga seluruh anggota keluargar dapat bersama-sama mencapai tujuan.

    Salam hangat penuh cinta untuk anda sekeluarga, ibu Hetty

  12. masalah sy nyaris sama dgn bbrp teman diatas, suami yg pendiam dan dari keluarga yg kurang harmonis….. saya jg nyaris putus asa harapan utk menjadi ortu yg mau bekerjasama dan solid dalam mengasuh anak sprtnya hanya harapan walau skrg suami sd mulai mau diajak keseminar atau training parenting.. dengan harapan lebih mau mendengar jika disampakan oleh orang lain…

    pertanyaan saya bagaimana dan cara ampuh seperti apa untuk menyadarkan para suami bahwa mengasuh anak bukan hanya tugas istri tapi juga suami karna anak bukan hanya anak ibunya tapi juga anak bpknya semua kebutuhan emosinya tdk dapat dipenuhi oleh seorang ibu… trims

  13. Saya ibu RT yg memiliki 3orang anak.abang ny umur4thn,adeknya 2thn&sikecil baru 4bln.saya sering kelelahan dgn mereka dan pekerjaan rumah.jadi nya,sering marah,menjerit&mukul krn kesal akan tingkah mereka.nah,Bagaimana cara menanggapi kenakalan/kerewelan mereka?

  14. Hai ibu Zahra,

    Saya memahami kelelahan ibu dalam menangani 3 anak balita sekaligus. Ibu saya juga mengalami hal serupa. Hanya saja beda usia saya dan adik-adik saya 1 tahun.

    Jika memang tidak memungkinkan untuk mengasuh mereka sekaligus dan memungkinkan dari segi ekonomi, ada baiknya ibu meminta bantuan baby sitter. Atau mintalah bantuan kakek nenek atau saudara ibu.
    Kondisi seorang ibu yang lelah batin dan jasmani akan turut berdampak pada kondisi psikologis buah hatinya. Anak-anak akan mudah sekali menjadi rewel dan sulit untuk diatur.

    Selain itu, ibu bisa mencoba saran yang saya berikan kepada ibu Hetty diatas.
    Bangunlah sebuah rutinitas bagi buah hati Anda dan isilah tangki cinta 2 buah hati Anda. Anak yang merasa dicintai oleh orangtuanya akan lebih mudah untuk diajak bekerjasama dan menyesuaikan diri.

    Sabar ya Bunda, masa kecil anak-anak akan terlewatkan dengan cepat seperti kedipan mata. Dinikmati saja masa ini. Semakin ibu stress, makin stress juga si kecil karena mereka bisa merasakan tekanan yang ibu rasakan.

    Salam cinta untuk ibu.

Back to top button