ArtikelParenting

Mengapa Orangtua Kurang Mencintai Anaknya?

bayi_tercengang.jpgDewasa ini permasalahan anak tampaknya bertambah banyak. Dan celakanya lagi orangtua dari anak-anak “bermasalah” tersebut tidak tahu bagaimana cara mengatasinya. Mereka cenderung mengikuti secara sepotong-sepotong apa yang telah mereka alami sendiri sebagai anak-anak dan mengikuti apa yang disarankan oleh majalah, media cetak maupun elektronik dan mungkin sahabat-sahabat mereka.

Tentunya permasalahan anak-anak tersebut tak kunjung selesai karena penyelesaian hingga ke akar terdalamnya tak pernah ada. Lalu bagaimana harusnya?

Marilah kita tinjau akar perilaku anak. Dalam setiap perilakunya anak-anak ingin mendapatkan satu jawaban dari pertanyaan terdalam yang ada pada diri mereka. Karena kemampuan komunikasi yang terbatas dan wawasan yang belum seperti orang dewasa maka anak-anak menanyakan pertanyaan pribadi mereka melalui “perilaku”. Bahkan tak jarang orang dewasapun berkomunikasi melalui perilaku mereka. Hal ini terutama terjadi pada orang dewasa yang susah mengkomunikasikan perasaannya melalui perkataan.

Apakah yang sebenarnya ditanyakan oleh anak-anak melalui perilakunya? Sederhana saja. Anak-anak tersebut menanyakan “Apakah aku dicintai?”
Seringkali orangtua gagal memahami hal tersebut. Ataupun jika mereka bisa memahami hal tersebut mereka gagal memberikan cinta yang tulus pada anak-anaknya. Mengapa orangtua gagal mencintai anak-anaknya dengan cukup?

Alasan utama orangtua gagal cukup mencintai anak-anaknya adalah karena mereka tidak cukup mencintai diri mereka sendiri dan mereka punya pandangan keliru bahwa anak-anak ada untuk memenuhi harapan orangtua.

Marilah kita tinjau sekilas alasan pertama. Mengapa orangtua tidak mencintai dirinya sendiri? Bukankah itu tidak mungkin? Orangtua tidak mencintai diri sendiri karena alasan harga diri rendah. Tentunya ini juga bermula dari bagaimana mereka dulu dibesarkan. Ada banyak muatan emosional negatif yang tak terselesaikan dalam diri mereka sendiri yang terus terbawa hingga mereka dikaruniai anak. Orangtua dengan harga diri rendah ini kemudian membesarkan anak mereka sendiri dengan pola-pola yang hampir sama dengan cara mereka dulu dibesarkan.
Akhirnya mereka tidak bisa tulus memberikan cinta pada anak-anaknya. Mereka memberikan cinta bersyarat pada anak-anakknya. Tindakan orangtua ini menyiratkan “Saya akan mencintaimu Nak, kalau engkau berhasil memenuhi syaratku …” Tanpa kesadaran diri yang tinggi maka rantai We have just compiled our statistics for Q3 2013 and we now present an inside view of the failures that we have seen this quarter: Some points to… read more The post Hard Drive Failure Stats Q3 2013 appeared first on best-data-recovery.com Recovery. ini tak mudah diputuskan.

Alasan kedua mengapa orangtua tidak cukup mencintai adalah karena mereka memiliki pandangan keliru bahwa anak-anak ada untuk memenuhi harapan mereka. Salah satu sebab utama mengapa relasi orangtua – anak memburuk adalah karena persepsi orangtua bahwa anak gagal “memenuhi ukuran” yang dicanangkan orangtua terhadap diri mereka. Ukuran ini biasanya tentang apa yang harus anak lakukan dan tentang apa yang harus anak rasakan.

Orangtua memandang anak mereka sebagai modal, salah satu bentuk hak milik. Orangtua merasa bahwa anak-anak itu baik kalau mereka melakukan dan mengatakan apa yang sesuai dengan keinginan orangtuanya. Jika perilaku anak berbeda dengan harapan orangtua maka akan ditanggapi dengan kritikan.

Dengan begitu tanpa sengaja orangtua telah menarik cinta dan persetujuannya dari anak. Padahal inilah yang dibutuhkan anak. Anak butuh merasa aman untuk bisa merasakan cinta dan penerimaan dari orangtuanya. Begitu perasaan ini dilanggar maka landasan perilaku buruk dan berbagai masalah kepribadian di masa depan seorang anak telah dibangun. Segala bentuk perilaku negatif dan antisosial pada orang dewasa  adalah jeritan minta tolong, sebuah upaya  untuk melarikan diri dari rasa bersalah, kemarahan dan kekesalan yang dimulai dengan kritik pedas di masa awal kehidupan mereka.

Jika kita ingin menolong orang dewasa yang bermasalah dengan kehidupannya maka bantulah “anak kecil” yang bersemayam dalam lubuk hati orang dewasa tersebut.  Sebaliknya jika kita ingin membantu seorang anak kecil berkembang menjadi orang dewasa yang hebat kelak maka bantulah anak kecil ini mengembangkan keunikan dan individualitas mereka sendiri. Untuk itu kita perlu belajar memahami mereka secara lebih mendalam. Sudahkah kita melakukan hal ini pada anak-anak kita?

Related Articles

2 Comments

  1. pak Ariesandi, sya sebagai seorang ibu merasa sudah berusaha sebaik-baiknya how to be a good mom, saya membekali anak dengan mengenalkan anak kepada nilai2 hidup dengan bahasa dan contoh sederhana….
    tapi bapak, saya sering dibuat geram dengan perlakuan seorang guru BK (apalagi) terhadap anak saya beberapa waktu yg lalu, beliau berkali-kali mengatai anak saya sebagai anak yg sombong dan melalui anak saya menantang saya utk datang ke sekolah, hal itu disebabkan hal / salah pengertian yg sepele sekali ,karena kurang pahamnya anak pada penjelasan guru tersebut..
    saya sedih dan menyesalkan perbuatan guru tsb, karena sangat bertentangan dng apa yg saya sampaikan pada anak……

  2. Halo ibu Kesti Junirawati,
    Persepsi kita akan mengarahkan tindakan kita. Jika ibu memiliki persepsi bahwa guru anak ibu kurang ajar, tidak tahu cara mendidik anak yang benar maka ibu akan marah kepadanya. Itu masih dugaan ibu. Untuk dapat mengatahui pandangan sesungguhnya dr guru, ibu bisa menemuinya sesuai dengan harapan guru tersebut untuk mengajak ibu bertemu. ajaklah diskusi, kemukakan harapan ibu dan tanyakan harapan beliau juga. bicarakan dari hati ke hati dan kepala dingin.

    Selamat mencoba.

Back to top button