ArtikelParenting

Sharing Martha Prisilya

Saya memiliki anak sulung usia akan genap berusia 9 tahun pada tanggap 14 Nop ini. Sekarang sudah duduk di kelas 4 SD. Ketika ia duduk di bangku TK, ia sempat sedikit ketinggalan dalam membaca hasilnya ia sering terlambat pulang saat kelas 1 SD. Saya memberi dia les privat, dan akhirnya dia mahir. Penyebab keterlambatannya dalam membaca disebabkan kekerasan saya dlm mendidik dan mengajarnya. Ini meningglkan trauma yang dalam baginya. Kelas SD 1-2 prestasinya biasa-biasa saja bahkan rangking 10 dari bawah.

Saya menyadari andil saya dalam menyebabkan kesulitan anak saya dalam membaca. Saya berusaha memperbaikinya dengan melakukan pembicaraan dari hati ke hati dengannya. Saya mengakui kesalahan saya kepadanya dan meminta maaf. Saya berjanji akan berusaha memperbaiki kesalahan saya. Janji saya kepadanya, saya buktikan melalui perubahan tingkah laku saya setiap hari. Saya lebih sabar mengajarnya saat belajar dan memberikan waktu saya khusus untuknya. Memeluknya saat dia gagal ketika mendapat nilai 3, 4 bahkan pernah 0.

Saya katakan, “Ketika kakak mendapat nilai buruk padahal sudah melakukan dengan usaha yang sungguh-sungguh, kakak perlu menerimanya dengan ucapan syukur apapun hasilnya. Karena Tuhan lebih menghargai usaha daripada hasilnya. Mama tidak akan marah dan menuntut lebih, mama janji.”

Tapi… ternyata saya membutuhkan waktu lebih lama untuk mengembalikan kepercayaan kakak kepada saya. Terkadang, ketika kondisi saya lelah, kata-kata penyemangat saya tidak sejalan dengan intonasi suara saya yang meninggi. Hal ini menyebabkan ia mengalami trauma kembali dan mulai menyembunyikan nilai buruknya lagi. Ini benar-benar merupakan PR besar buat saya untuk mengendalikan emosi agar tidak terlampiaskan pd anak. Dan, PR saya yang lain adalah mengatur agar energi saya bisa terbagi dengan baik agar tidak kelelahan ketika menghadapi kakak. Karena ketika energi dan kondisi saya lemah, intonasi dan isi perkataan dukungan saya sampaikan kepada kakak tidak sejalan.

Saat ini Aurora telah kelas 4 dan sedang tes. Saya dan Suami setia menemaninya belajar dan kami membagi tugas. Tiap hari ada 2 mata pelajaran yg diujikan. Aurora masuk pukul 12.30. Jadi 1 pelajaran saya yg mengajarkan dan 1 pelajaran lagi tugas Papanya. Begitulah aturan yg kami lakukan untuk mendampingi Aurora. Kami sebagai orangtua sepakat untuk mendidik anak kami bersama-sama dan seiya sekata, tidak ada yg lebih unggul dan tidak ada yg lebih lemah. Kami tim yg kompak mendidik mereka (anak saya 2 yg bungsu usia 4 thn, dia luar biasa, sgt cerdas utk anak seusianya). Apapun kendalanya kami komunikasikan bersama tanpa didengar anak.

Saat tes, gurunya memberi lembar isian terpisah, sehingga lembar soal boleh dibawa pulang dan langsung bisa kami koreksi bersama-sama. Ketika kami koreksi bersama-sama Aurora mendapat nilai minimal 7 dan nilai lain rata-rata 9. Ternyata sistem belajar yang kami terapkan pada Aurora mampu membantunya belajar lebih baik. Kami berhenti memberi nasehat, hanya tiap kami mengajarinya, kami menghindari tekanan. Bila pelajaran mulai rumit dan anak kelihatan bete, kami hentikan dan alihkan dengan cemilan atau menonton (film yg lucu-lucu) sebentar dan kembali belajar. Kadang kami hanya mengajarinya 30 menit dan istirahat 20 menit. Aurora tidur pukul 20.30 Wib. Belajar mulai pkl. 18.30. Jadi hanya butuh belajar +/- 1 jam, Puji Tuhan itu sangat efektif.

Saya harus menyesuaikan diri dengan hal-hal yang dapat membantu anak saya tenang, termasuk kompromi terhadapi keinginan kami sebagai orangtua. Ketika kami menempatkan diri sebagai teman sekaligus ortu, tidak ada beban dan rahasia diantara kami. Tentu ini tidak instan kami membuktikan diri terus menerus dan diperlukan komitmen yg luar biasa. Kami merasa kami perlu menginvestasikan ajaran-ajaran yg mendasar pada anak kami sedini mungkin melalui waktu yang berkualitas dan terus berkomunikasi baik verbal maupun nonverbal. Seperti kami menginvestasikan uang kami untuk masa tua kelak. Membuat rumah kami berpusat pada anak bukan orang dewasa.

Intinya dapatkan hati anak, rengkuh hatinya melalui kejujuran dan teladan hidup diri kita sendiri. Tidak ada teori yg dpt menjawab masalah kita selain kesadaran utk mau mengerti dan memeluk hatinya setiap hari. Jangan biarkan anak tertidur sebelum anak yakin semua berjalan indah hari itu.

Terima kasih utk waktu yg diberikan.

Best Regards,

Martha Herwanto

Related Articles

Back to top button